Kamis, 22 Agustus 2013

Abdullah Umdatuddin dan Misteri Champa

Oleh:
Sayyid Iwan Mahmoed Al-Fattah Azmatkhan 
·
Sayyid Abdullah Umdatuddin, pernahkah anda mendengar nama yang satu ini? Mungkin banyak dari kita ketika disebutkan nama yang satu ini sedikit bertanya-tanya siapakah beliau ini?.

Sayyid Abdullah Umdatudin memang banyak yang kurang mengetahui, namun jika anda tanya pada pengkaji dan pecinta sejarah walisongo  atau keluarga besar Azmatkhan yang ada di Nusantara atau Asia Tenggara terutama sejarah kesultanan-kesultanan seperti kesultanan  Kelantan, Malaka, Ternate, Banten, Demak, dan Cirebon, nama yang satu ini tidaklah asing. Kenapa tidak asing? Karena nama Sayyid Abdullah Umdatuddin ternyata merupakan leluhur utama dari Kesultanan kesultanan yang disebutkan tadi. Abdullah Umdatuddin sendiri adalah merupakan Sultan Champa yang berada dikawasan Asia Tenggara. Kesultanan Champa sendiri adalah Kesultanan yang sampai saat ini menjadi pro dan kontra dalam sejarahnya. Kesultanan Champa adalah Kesultanan yang dianggap Kontroversial, karena sampai saat ini daerah Champa (Vietnam Tengah) cukup sulit diketemukan  peninggalan peninggalan yang berbau Islam, Sehingga adanya kondisi ini sering membingungkan para sejarawan. Tidak  adanya peninggalan peninggalan yang berbau islam seperti Makam-makam wali, Manuskrip, lambang kerajaan dan peninggalan kebesaran Kesultanan champa akhirnya sering mengundang perdebatan dimana adanya Champa itu.  Melihat kondisi Champa yang mungkin “membingungkan” beberapa analis sejarah juga mengatakan bahwa sangatlah riskan jika Walisongo menjadikan Champa sebagai sentral Dakwah karena saat itu menurut analisis ini penguasa Champa adalah non muslim.

Nama Champa sendiri juga terdapat di India,  yang merupakan asal usul  keluarga besar walisongo. Logika yang mudah dirangkai, bisa saja dari Champa India ini leluhur walisongo kemudian hijrah ke Champa Vietnam dan kemudian mendirikan Kesultanan Champa.  Namun walaupun demikian daerah yang berdekatan dengan Champa seperti Patani (Thailand) dan Malaka, Keislamannya sampai kini masih kuat. Jadi sangat boleh jadi jika Champa yang “terakhir” ini memang berada  Di Vietnam, hingga akhirnya kemudian hilang dan lenyap.

Adanya fakta negara-negara yang berbataskan dengan Champa islamnya kuat, membuktikan jika Champa memiliki hubungan yang kuat dengan  kesultanan kesultanan yang disebut tadi dan diindikasikan jaraknya memang tidak jauh dari Patani, Kelantan dan Malaka.  Kuat Dugaan Champa memang pernah menjadi Kesultanan Islam Melayu yang posisinya tidak jauh dari  wilayah kesultanan kesultanan tersebut, namun kemudian dihabisi sampai titik yang paling terendah,  sehingga peninggalan sejarahnya oleh penguasa dari kaum non muslim betul betul dilenyapkan, hingga akhirnya  dikemudian hari kaum muslim  dan ulama champa hijrah secara besar-besaran menuju Patani, Malaka dan Nusantara, sehingga tidak heran nama-nama berbau Champa banyak kita temukan didaerah yang disebut ini.  Minimnya  peninggalan Islam di Champa sangat wajar terjadi mengingat sikap penguasa daerah ini  yang memang tidak senang dengan Islam, dan kini terbukti dengan akan dihabisinya etnis rohingya  sekarang. Kalaupun kini ada etnis Champa yang muslim yang berada Vietnam, keberadaannya mungkin hanya 1 % saja.

Menurut Ahmad Jaelani Halimi dalam bukunya yang berjudul Sejarah & Tamadun Bangsa Melayu Yang diterbitkan tahun 2008 oleh Utusan Publication Kuala Lumpur pada halaman 211 Islam itu sudah masuk Ke Champa sejak abad 10 Masehi, bahkan kota Champa pada masa itu sudah menjadi kota dagang dan ramai dihuni oleh orang Islam, bahkan Halimi yang mengutif pernyataan dari Al Dimasyqi menyatakan bahwa Islam sudah sampai di Champa sejak masa khalifah Usman bin affan dan puncaknya adalah pada masa Bani Umayyah. Untuk membuktikan pendapat ini Halimi bahkan mengatakan pada halaman 213 dibukunya bahwa telah diketemukan keramik keramik dari negara Islam yang terdapat di Pulau Cham (Cu Lao Cham) yang terletak lebih kurang 10 km diluar pantai Hoi An dan juga Tra Kieu bekas ibukota Champa yang dahulunya dikenali sebagai Sinhapura, sungguhpun demikian sikap fanatik sebagian penduduk Champa terhadap agama Budha Mahayana masih terus terjaga dan dianut hingga kini. Walaupun demikian adanya orang Islam di champa tetaplah diakui bahkan keberadaan mereka telah masuk pada kalangan istana bahkan akhirnya berkuasa menjadi Sultan seperti Abdullah Umdatuddin ini. Namun Pada tahun 1471 Masehi Champa diserang oleh Dinasti Dai Viet sehingga runtuhlah champa ini. Dengan jatuhnya Champa maka banyaklah orang islam saat itu melarikan diri ke Malaka, Patani, Kelantan dan Nusantara. Kebanyakan pelarian Champa menetap disekitar kampung Thom dan Kampung cham di Vietnam dimana disitu juga terdapat orang melayu.

Berbicara masalah Kesultanan Champa, nama Abdullah Umdatuddin sangatlah terkenal sebagai Sultan dari Champa.  Ayah beliau yang bernama Ali Nurul Alam juga tidak kalah terkenalnya . Ali Nurul Alam ini bahkan merupakan Anggota Walisongo Angkatan Pertama dengan Gelar Maulana Malik Israel atau Sultan Qonbul atau Arya Gajah Mada.  Ditangan Abdullah Umdatuddin Champa menjadi besar sedangkan Patani dan Kelantan ditangan Ali Nurul Alam juga tidak kalah hebatnya, Ali Nurul Alam juga merupakan Perdaa Menteri Majapahit didaerah Nusantara Kawasan  Melayu sehingga tidak heran Ali Nurul dianugrahi gelar oleh Majapahit dengan Arya Gajah Mada, yang merupakan gelar yang cukup bergengsi dalam kerajaan majapahit. Dalam buku Ahlul Bait, Keluarga Rasulullah SAW dan Kesultanan Melayu, yang disusun Oleh (Tun) Suzana, (Tun) Otman dan H Muzaffar Dato’ Muhammad, Penerbit Crescent News, Selangor Darul Ihsan,Malaysia, Tahun 2006, halaman 170 dikatakan bahwa Abdullah Umdatuddin adalah pendiri kesultanan champa dari jalur ahlul bait, namun menurut mereka ini Champa hanya bertahan empat generasi saja, yaitu hanya sampai periode DATUK LONG BAHA, yaitu NIK IBRAHIM (Po Nrop). Pada masa pemerintahan terakhir champa ini, Kesultanan Champa yang islam runtuh, dan para bangsawan dan sebagian rakyatnya mengungsi ke Patani, Malaka dan kelantan. Karena antara Champa dan Patani, Kelantan, Malaka dan Juga Nusantara  memiliki hubungan kekerabatan yang baik, maka tidak heran ribuan bangsawan dan pelarian champa diterima oleh kesultanan-kesultanan ini, begitu juga kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara.

Ali Nurul Alam atau Maulana Malik Israil dan Abdullah Umdatuddin atau Syarif Abdullah atau Sultan Mesir atau Maulana Israil memang sangat menarik untuk diikaji sejarahnya, terutama nama dan wilayah kekuasaan mereka. Kenapa nama dan wilayah mereka sangat menarik untuk dikaji, terutama Abdullah Umdatuddin ini? Karena ternyata dari data sejarah yang umum tersebar, terutama dan sejarah Banten dan Cirebon, Abdullah Umdatuddin ini sering disebut sebagai SULTAN MESIR ketimbang sebagai Abdullah Umdatuddin.

Dalam sejarah Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten dimana Syarif Hidayatullah dan Sultan Hasanuddin sebagai penguasanya, Abdullah Umdatuddin atau Syarif Abdullah yang merupakan ayah Syarif Hidayatullah ini disebut dengan tegas sebagai SULTAN MESIR. Abdullah Umdatuddin sendiri kelak mempunyai anak-anak yang banyak menjadi Sultan besar dibeberapa Kesultanan Di Nusantara, seperti Sultan Ahmad Waliyullah/Abu Muzafar yang menurunkan Kesultanan Patani, Kelantan, dan Malaka. Di Kesultanan kelantan nama Abdullah Umdatuddin dikenal sebagai Wan Bon Teri teri. Anak-anak Abdullah Umdatuddin yang lain  seperti Sultan Babullah  juga telah menurunkan Kesultanan Ternate, selanjutnya Syarif Nurullah menjadi Raja Champa sedangkan kakaknya Syarif Hidayatullah juga menurunkan Kesultanan Cirebon, kemudian Raden Fattah yang menurunkan kesultanan Demak. Nama-nama yang disebut ini adalah anak-anak Abdullah Umdatuddin, kecuali 4 nama yang disebut, nama Raden Fattah jarang disebut karena adanya manipulasi data yang dilakukan oleh para orientalis dan penjajah kolonial, sehingga nama Raden Fattah jarang disebut, Namun berdasarkan catatan Nasab pada Keluarga Besar Walisongo yang terhimpun dalam Kitab Nasab Ensiklopedia Nasab Al Husaini Seluruh Dunia, Oleh Sayyid Bahruddin Azmatkhan dan Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan, Penerbit Madawis, Tahun 2011, Nasab keluarga besar Raden Fattah bahkan tercatat dengan rapi dan detail.

Adanya nama Abdullah Umdatuddin menjadi SULTAN MESIR memang mahsyur dalam sejarah Cirebon dan Banten. Menyebut nama beliau berarti akan selalu dikaitkan dengan Negara Mesir.  Abdullah Umdatuddin ini jarang diketahui  masyarakat Banten dan Cirebon, justru nama yang mahsyur dalam sejarah Banten dan Cirebon adalah SULTAN MESIR atau MAULANA HUD/MAULANA ISRAIL atau SULTAN MAHMUD. Dalam sejarah kedua kesultanan ini banyak saya temukan cerita cerita yang mengaitkan antara Mesir dan Cirebon, Banten seperti  yang ditulis Oleh Tubagus Rafiudin S, Ag, dalam bukunya yang ditulis dengan gaya Ilmiah yang berjudul Riwayat Kesultanan Banten pada halaman 14, Yang Diterbitkan Oleh Keluarga Besar  Makbaroh Kesultanan Maualana Yusuf, Banten, 2006, yang mengatakan bahwa leluhurnya Sunan Gunung Jati berasal dari mesir dan bernama Syarif Abdullah bin Ali Nurul Alam bin Husein Jamaludin dan menguasai Bani Israel. Begitu pula dalam Babad Tanah Sunda Babad Cirebon oleh P.S Sulendraningrat.

Syarif Abdullah sendiri  dalam sejarah Cirebon dan Banten sering disebut sebagai Sultan Hud Raja Bani Israil yang terhitung keturunan Nabi Muhamad Saw. Agus Sunyoto dalam bukunya  yang berjudul Walisongo Rekonstruksi Sejarah Yang Disingkirkan pada halaman  155 – 156 bahkan mencantumkan secara detail tentang Syarif Abdullah ayah Sunan Gunung Jati ini, Agus banyak mengambil data itu dari beberapa  sumber seperti Serat Purwaka,  Naskah Martasinga, Carita Purwacaraka yang kadang dalam penulisan nama nama  nasab para alawiyyin leluhur Sunan Gunung Jati ini sangat “aneh” dan Janggal, seperti nama-nama Jumadhil Kabir (maksudnya mungkin Syekh Jumadhil Kubro), Jumadhil Kabir ini binnya adalah Zainal Kabir bin Zaenal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, nampak jelas keanehan penyusunan dan nama dari nasab ini, sudah banyak generasi yang hilang, namanyapun banyak yang terlihat aneh, sayangnya agus sunyoto tidak jeli dengan keanehan pada susunan dan penulisan pada nasab ini. Prof. Dr. Dadan Wildan, M.Hum dalam Desertasi Doktor Filologi Di Pasca sarjana Universitas Pajajaran tahun 2001 yang kemudian menjelma menjadi buku yang berjudul SUNAN GUNUNG JATI, Petuah, Pengaruh dan jejak jejak Sang Wali di Tanah Jawa, Penerbi Salima, tahun 2012 pada halaman 65 s/d 100 dimana pada halaman-halaman tersebut bahkan dengan “nekat” menampilkan semua versi Silsilah Sunan Gunung Jati dan juga ayahnya Syarif Abdullah, terlihat memang rasa ketidak PD sang Profesor ketika mau memutuskan mana nasab atau silsilah yang benar asli. Wajar saja jika Pak Profesor bingung, karena diantara sekian Silsilah itu banyak tercampur dengan tokoh tokoh wayang dan tokoh tokoh legenda, namun sebenarnya sih kalau Pak Profesor jeli, itu ada satu versi yang validitasnya bisa dipercaya yaitu KH ABDULLAH BIN NUH yang merupakan Ulama Besar Indonesia dan memilki pengetahuan sejarah islam yang jenius disamping juga Hamka, Pada bukunya ini bapak Profesor kita bahkan memberikan “porsi” Cerita tentang Syarif Abdullah pada beberapa halaman untuk sekedar direview. Betapapun demikian karena ini adalah Kajian Filologi yang biasanya mengambil naskah naskah kuno, sikap Pak Profesor menurut saya bisa difahamilah, namun untuk urusan Ilmu Nasab, memang ada baiknya Pak Profesor seharusnya banyak berdiskusi dengan ulama ahli nasab. Namun demikian Pak Profesor dalam menyikapi berbagai silsilah yang satu sama lain berbeda dan boleh jadi  mungkin membuat beliau sedikit bingung, akhirnya Sang Profesor  pada halaman 100 dibukunya itu beliau mengatakan hal ini dengan kalimat yang bijak, “Munculnya Silsilah ini merupakan Ciri Khas dari Cerita Legenda yang menghubungkan keturunan seseorang  dengan tokoh tokoh tertentu yang mempunyai tujuan tertentu pula, baik sebagai usaha untuk mensucikan tokoh itu maupun untuk melegitimasi keberadaanya  sesuai dengan kedudukannya”.

Hal ini justru terasa kontradiktif dengan pandangan Syed Muhamad Naquib al-Attas (2011) yang justru juga dikutif oleh Agus Sunyoto dalam bukunya Atlas Walisongo yang mengatakan bahwa Silsilah Raja-Raja Cirebon  merupakan keturunan Syarif Hidayatullah dan berasal dari jalur Sayyid Husein Jamaludin sampai terus ke Muhammad Shabib Marbath. Catatan silsilah ini menurud Alatas berdasarkan hasil riset atau penelitian Sayyid Salim bin Ahmad bin Jindan pada tahun 1933 M melalui arsip keraton kesepuhan  Cirebon yang pada saat itu yang  Sultannya adalah Sultan Kasepuhan Muhamad Shamsuddin. Sayyid Salim  Jindan  yang merupakan Ahli Hadist dari Jakarta ternyata telah melakukan penelitian yang mendalam tentang nasab Syarif Hidayatullah ini, namun jangan lupa Sayyid Bahruddin Azmatkhan yang merupakan Ulama Ahli Nasabnya Walisongo dan merupakan kakek Syekh Mufti Kesultanan Palembang jauh lebih awal sudah memiliki catatan lengkap asal usul nasab Syarif Hidayatullah dan ayahnya. Catatan Nasab Sayyid Bahruddin Azmatkhan dan Cucunya Sayyid Shohibul Faroji bahkan lebih lengkap dan mendetail.

Adapun Catatan silsilah milik Keraton Kesepuhan yang telah diteliti Sayyid Salim Jindan ini juga telah dibandingkan dengan manuskrip milik Kyai Muhammad Salih Cirebon, Kyai Abbas Ciliduk, Cirebon,  Pangeran Ahmad Kubang Cirebon, Raden Zainal Ashiqin Cirebon dan Kyai Abdul Halim Maja lingga Cirebon yang semua menyatakan jika Syarif HIdayatullah atau Sunan Gunung Jati Nasabnya berasal dari jalur hadramaut bukan mesir, dan berasal dari tokoh keturunan Nabi Muhammad SAW, yang bernama Muhammad Shahib Marbath. Catatan silsilah Cirebon ini juga sesuai dengan catatan yang ada dalam buku Thariqah Menuju Kebahagiaan, Pengantar  Tentang Kaum Alawiyyin oleh Muhammad Al Baqir, Penerbit Mizan, tahun 1989 tepatnya pada halaman 43 s/d 45 dimana dalam halaman tersebut tertulis jika Abdullah Umdatuddin atau Abdullah Azmatkhan yang wafat Di Kampuhea (nama Sebelum Vietnam memiliki beberapa orang putra salah satunya adalah Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah. Keterangan Al Baqir diperkuat pada halaman 45 dengan menampilkan diagram nasab yang dia ambil dari Kitab Khidmatul Asyiroh oleh Abdullah Assegaf, dimana kItab ini juga mengambil dari Kitabnya Ilhafun Nadhoir karya Al Habib Zain bin Abdullah Al Kaff. Yang perlu kita ketahui bahwa Al Habib Zain bin Abdullah Al Kaff yang kitabnya bernama Ilhafun Nadhoir itu  ternyata beliau mengambil sumber nasab ini dari kitabnya Sayyid Bahruddin Azmatkhan Al Hafizh yang berjudul Arsyul Muluk. Sayyid Bahruddin Azmatkhan adalah ulama ahli nasabnya Walisongo, dan merupakan kakek dari Syekh Mufti Kesultanan Palembang Darussalam.

Keterangan tentang Abdullah Umdatuddin juga bisa kita dapatkan melalui buku yang berjudul Penyebaran Islam Di Asia Tenggara, Asyraf Hadramaut dan Peranannya yang Disusun oleh Dr. Muhammad Hasan Al-Idrus yang merupakan Pengajar Sejarah Di Universitas Uni Emirat Arab. Pada bukunya yang diterbitkan oleh Lentera jakarta Tahun 1996 Halaman 74, dikatakan Bahwa Abdullah Umdatuddin tinggal di Indochina dan mempunyai anak salah satunya adalah Sunan Gunung Jati.

Namun demikian ternyata nama  SULTAN MESIR harus diakui memang lebih familier dibandingkan nama Abdullah Umdatuddin. Warga Cirebon, Banten dan juga  keturunan Syarif Hidayatullah tentu sangat bangga karena tokoh mereka ada tautan dengan Negara yang cukup terkenal dalam sejarah Islam. Tidak heran dalam setiap penulisan biografi Sunan Gunung jati nama SULTAN MESIR banyak diangkat, disertai alasan-alasan kenapa bisa berhubungan dengan kesultanan Cirebon, pernyataannya sekarang? Benarkah Abdullah Umdatuddin adalah Sultan Mesir? Benarkah beliau masuk bagian jajaran sultan dalam pemerintahan Negara mesir pada masa itu ? , Benarkah salah satu ibu tirinya berasal dari Mesir dan menikah dengan Abdullah Umdatuddin yang dikatakan Sultan Mesir itu???. Sengaja saya angkat pertanyaan ini, karena Abdullah Umdatuddin ini tidak hanya milik keluarga besar Cirebon dan banten, namun Abdullah Umdatuddin ini juga milik kesultanan kesultanan yang lain, sehingga sejarahnyapun harus diketahui oleh yang lain. Abdullah Umdatuddin adalah leluhur bersama, sehingga saya fikir tidak salah jika kita mencoba mengkaji kembali sejarah beliau ini.

Dalam catatan nasab Keluarga Besar Walisongo yang terhimpun dalam KITAB NASAB ENSIKLOPEDIA NASAB AL HUSAINI SELURUH DUNIA, OLEH SAYYID BAHRUDDIN AZMATKHAN AL HAFIZH DAN SAYYID SHOHIBUL FAROJI AZMATKHAN AL HAFIZH, PENERBIT MADAWIS, 2011, Abdullah Umdatuddin ini sering disebut sebagai Sultan Champa dan bernasabkan kepada keluarga besar Azmatkhan, adapun nasabnya adalah berikut  :
1. Muhammad Rasulullah SAW
2. Fatimah Azzahra
3. Husein As-Shibti
4. Ali Zaenal Abidin
5. Muhammad Al-Baqir
6.  Jakfar Asshodiq
7. Ali Al Uraidhi
8. Muhammad An-Naqib
9. Isa Ar-Rumi
10.Ahmad Al-Muhajir
11.Ubaidhillah
12. Alwi Al Awal
13. Muhammad Shohibus Souma’ah
14. Alwi Atsani
15. Ali Kholi’ Qosam
16. Muhammad Shohib Marbath
17. Alwi Ammul faqih
18. Abdul Malik Azmatkhan
19. Abdullah Amir Khan
20. Sultan Ahmad Syah Jalaludin
21. Husein Jamaluddin Jumadhil Kubro
22. Ali Nurul Alam/Sultan Qonbul/Maulana Malik Israil/Arya Gajah Mada
23. Abdullah Umdatuddin/Wan Bo Teri Ter/Sultan Champa

 Berdasarkan  KITAB NASAB ENSIKLOPEDIA NASAB AL HUSAINI SELURUH DUNIA ini juga bahwa istri istri Abdullah Umdatuddin ternyata tidak ada satupun yang berasal dari pembesar/sultan Mesir, Diantara istri istri beliau yang tersebut dalam kitab nasab ini adalah :

1.Isteri Pertama adalah: Syarifah Zainab binti Sayyid Yusuf Asy-Syandani Azmatkhan (Pattani Thailand) melahirkan 2 anak laki-laki: yaitu: a. Sayyid Abul Muzhaffar, melahirkan para sultan Pattani, Kelantan lama dan Malaysia. b. Sayyid Babullah, melahirkan Sultan-sultan Ternate.

2.Isteri kedua adalah Nyai Rara Santang/Syarifah Mudaim binti Prabu Siliwangi Raja Pajajaran, melahirkan 2 anak, yaitu:
a. Sultan Nurullah (Raja Champa) b. Syarif Hidayatullah (Raja Cirebon) bergelar Sunan Gunung Jati.

3. Istri ketiga adalah Syarifah Zaenab Binti Ibrahim Zaenuddin Al Akbar Asmorokondi yang juga merupakan ayah Sayyid Fadhol Ali Murtadho, Sunan Ampel dan Maulana Ishak, Artinya Syarifah Zaenab adalah adik dari Sunan Ampel dari tokoh tokoh wali yang disebutkan tadi. Dari Syarifah Zaenab melahirkan 1 anak yaitu: Raden Fatah yang bergelar Sultan Alam Akbar Al-Fattah. Gelar Akbar dinisbatkan pada gelar ayahnya yaitu Sultan Abu Abdullah (Wan Bo atau Raja Champa) bin Ali Nurul Alam/Maulana Malik Israil/Sultan Qonbul/Arya Gajah Mada/ bin  Jamaluddin Al-Husain.

Catatan Nasab ini juga diperkuat oleh penelitian Ahli Nasab yang sezaman dengan Sayyid Bahrudin yaitu Sayyid Hadi bin Abdullah Al Haddar. Pendapat ini juga semakin kuat dengan pendapat dari Syeikh Faqih Bin Abdullah Fathani dengan Versi Salinan oleh Syeikh Daud bin Abdullah Fathani  dalam buku TARIKH FATANI yang Diterbitkan oleh Persatuan Pengkajian Khazanah Klasik Nusantara & Khazanah Fathaniah Kuala Lumpur Tahun 1998 M, pada halaman  34 – 35 bahwa Abdullah Umdatuddin yang berasal dari Champa mempunyai hubungan  sejak lama dengan wilayah Nusantara lain, bahkan Syekh Daud memastikan jika Patani Thailand dengan Patani di Ternate Halmahera (Maluku), tepatnya didaerah Tidore, Timur Laut Semenanjung Halmahera berbatasan dengan Maba dan Weda saling itu berkerabat, karena raja mereka adalah Sultan Babullah bin Abdullah Umdatuddin. Keterangan diatas ini jelas makin menguatkan jika Abdullah Umdatuddin secara geografis dan domisilinya  berada Champa bukan Mesir.

Nama Abdullah Umdatuddin Sendiri ini sering disebut sebagai Sultan Champa pada sejarah Kelantan, Patani dan Malaka seperti yang saya tulis terlebih dahulu, lantas darimana muncul nama Sultan Mesir seperti yang beredar pada sejarah Banten dan Cirebon?. Sebelum kita masuk pada analisa nama ini perlu kita tahu, siapa saja sebenarnya penguasa mesir pada era yang sezaman dengan Abdullah Umdatuddin. Dalam BUKU SEJARAH ISLAM SEJAK ZAMAN NABI ADAM HINGGA ABAD XX, OLEH AHMAD AL-USAIRY, PENERBIT AKARMEDIA, JAKARTA, TAHUN 2009 MASEHI HAL 303 -307, Saya mendapati fakta yang mengejutkan bahwa ternyata nama Abdullah Umdatuddin sama sekali tidak terdapat dalam susunan sejarah mesir sebagai sultan. Pada masa berkuasanya Abdullah Umdatuddin, ternyata penguasa mesir pada masa itu adalah berasal dari Bani Mamluk yang berasal orang orang yang merdeka yang kemudian dijadikan budak. Bani Mamluk ini asalnya adalah orang orang yang merdeka, kemudian mereka dibeli saat masih kecil pada masa pemerintahan Ayyubiyah. Mereka ini ditempatkan secara terisolir dari kebanyakan manusia disebuah benteng khusus. Mereka juga dididik secara militer sehingga mempunyai sifat berani dan pantang menyerah dan ini kelak akan berpengaruh pada perlawanan mereka terhadap mongol yang akan mencaplok mesir, kalau saja saat itu mereka tidak berhasil menghalau pasukan mongol.  Maka mungkin mesir tidak menjadi kota peradaban seperti sekarang ini. DIbawah Komando Saifudin Quttus di Lapangan Ain Jalut, secara gemilang   bani mamluk berhasil mengalahkan mongol, padahal saat itu mongol sedang ganas ganasnya dan nyaris beberapa Negara Negara islam tidak berdaya menghadapi invansi pasukan mongol. Orang orang dari Bani Mamluk ini kebanyakan berasal dari Asia tengah dan Asia kecil seperti Turkistan, Kaukasus (sekarang sebagian masuk wilayah Rusia). Dan memang orang orang dari daerah ini apalagi kaukasus terkenal tanggguh dalam berperang dalam segala medan, lihat Pasukan Merah Rusia dan Pejuang Checnya yang sampai saat ini terkenal tangguh dalam bertempur.

Untuk lebih jelasnya lihat susunan Sultan Mesir Era Dinasti Mamluk terutama bersamaan dengan Eranya Abdullah Umdatuddin dibawah ini.

SULTAN SULTAN DINASTI MAMLUK  TAHUN 1389 -1517 MASEHI

Azh-Zahir Barquq - 1389 Masehi – wafat
An-Nashir Farj Barquq – 1398 Masehi –Dicopot dari jabatan
Al-Manshur Abdul Aziz bin Barquq –  tiga bulan berkuasa –Dicopot dari jabatan
An-Nashir Farj – 1405 Masehi – dibunuh
Al-Muayyid Syaikh 1412 Masehi –wafat
Al-Muzhaffar Ahmad ibnul-Muayid –beberapa bulan berkuasa – Dicopot dari jabatan
Az-zahir Thutfar – beberapa bulan berkuasa  – wafat
As-Shalih Muhammad bin Thutfar –beberapa bulan berkuasa – Dicopot dari jabatan
Al-Asyraf Barsibal – 1421  Masehi – wafat
Al Aziz Yusuf bin Barsibal – beberapa bulan berkuasa –wafat
Azzahir Jaqmaq – 1438 Masehi – wafat
Al-Manshur Usman bin Jaqmaq – beberapa bulan berkuasa – dicopot dari jabatan
Al-Asyraf Inal – 1453 Masehi – wafat
Al Muayyid Ahmad bin Inal – beberapa bulan berkuasa – dicopot dari jabatan
Azzahir Khasqodam – 1460 Masehi –wafat
Az-Zahir Balba – Dua bulan berkuasa -  dicopot dari jabatan
Azzahir Tamrigha Dua Bulan Berkuasa – Dicopot dari jabatan
Khairbeik – Satu Malam berkuasa – Dicopot dari jabatan
Al-Asyraf Qaytabai – 1467 Masehi – wafat
An-Nashir Muhammad bin Qaytabi – 1495 Masehi – Dicopot dari Jabatan
Qanshuh – 1496 Masehi – Dibunuh
An-Nashir Muhammad – 1497 Masehi – Dibunuh
Azzahir Qanshuh – 1498 Masehi – Dicopot
Janbalath – 1499 Masehi – Dibunuh
Al Adil Thumanbai I – beberapa bulan berkuasa – Dibunuh
Al-Asyraf Qanshuh Al Ghawi – 1500 Masehi - Dibunuh
Thumanbai II 1516 – 1517 Masehi – dibunuh

Pemimpin 27 raja ini yang paling menonjol adalah Al-Asyraf Barsabai, Al Asyraf Qaitabaai, dan Al-asyraf qanshuh Al-Ghawri.  Dalam pemaparan ini ini sudah jelas nama Abdullah Umdatuddin tidak ada dalam urutan penguasa mesir saat itu. Nama-nama yang ada disini juga banyak yang bukan merupakan nama-nama yang umum seperti yang dipakai pada keluarga besar Azmatkhan.  Secara nasab Dinasti Mamluk nasabnya dipertanyakan, banyak sisi gelap dari nasab mereka, karena mereka berasal dari daerah yang berbeda-beda dan sangat minim identitas, sedangkan keluarga besar walisongo atau azmatkhan terjaga dengan baik. Abdullah Umdatuddin dan Dinasti kesultanan azmatkhan  ketika didirikan tidak dengan kekerasan, sedangkan Dinasti Mamluk berdiri ada nuansa kekerasan, dan ini wajar karena Bani Mamluk berasal wilayah yang terisolir dibasis militer sehingga membuat mereka superior. Sebagai orang orang yang dianggap budak menyebabkan sensitifitas mereka tinggi apalagi ketika mereka berkuasa sebagai sultan. Tidak heran pasukan mongol yang terkenal kejam saja berhasil mereka kalahkan dengan kemampuan militer mereka.

Tentang SULTAN MESIR yang dikatakan berkedudukan di Kota Ismailiyah (berada di Timur Laut Cairo Mesir), sebuah kota yang berdekatan dengan Negara Israel dan Palestina, ternyata berdasarkan Laporan Kunjungan Perjalanan ke Canal Suez Ismailiyah Unversity  Cairo oleh Tim dari Prof. Dr. A. Syaiful Anam, M.Ag yang merupakan Guru Besar IAIN SUNAN AMPEL JAWA TIMUR pada Tanggal 1 Juli 2010, bahwa KOTA ISMAILIYAH ternyata didirikan baru pada  tahun 1863 Masehi, jauh sekali dari masa Abdullah Umdatuddin atau Syarif Abdullah ini. Penduduk  Ismailiyah sendiri saat ini hanya sekitar 750.000 jiwa saja. Letak kota ini di tepi Barat Terusan Suez. Kota ini didirikan pada tahun 1863 oleh Khedive Ismail sebagai penguasa mesir saat itu, saat Terusan Suez dalam proses pembangunan, dan atas jasa beliau sehingga kota ini dinamakan Ismailiyah. Kota ini memang tenang mirip dengan kota kota yang ada Di Jawa Timur namun yang kearah Bali.

Dengan adanya fakta ini, apakah mungkin kota yang dibangun pada tahun 1863 Masehi tapi telah  disebut sebagai kota pusat pemerintahan Syarif Abdullah yang berkedudukan di Mesir. Nama Ismailiyah ini setelah saya cari-cari dari beberapa sumber ternyata cukup sulit juga jika diketemukan perannya pada abad 14 s/d 15. Berdasarkan buku yang saya miliki yang berjudul Ensiklopedi Sejarah Islam Dari Masa Kenabian Sampai Daulah Mamluk, Oleh Tim Riset Dan Studi Islam Mesir yang dikepalai oleh DR. Raghib As-Sirjani, Penerbit Al Kautsar, Tahun 2013,  tidak ada satupun nama kota Ismailiyah disebut sebagai pusat pemerintahan, yang paling sering disebut adalah Kota Cairo dengan Al Azharnya, dan memang pusat pemerintahan Dinasti Mamluk saat itu berada dikota Cairo dekat Universitas Al Azhar yang didirikan oleh Dinasti Fatimiyah. Buku ini merupakan buku terlengkap dalam sejarah mesir dan ditulis secara ilmiah dan obyektif dan bersumber dari penelitian kitab kitab tarikh klasik pada masa itu, jadi keterangan sejarah pada masa itu pasti tertulis dan terjaga. Mesir memang saat itu terkenal sebagai kota peradaban dan kota ilmu pengetahuan, jadi rasanya cukup aneh juga jika nama nama Ismailiyah tidak disebut begitu juga nama Syarif Abdullah apalagi jika dhubungkan dengan kekuasaan. Berdasarkan nama saja, nama Abdullah atau Syarif Abdullah tidak dipakai oleh para penguasa Mamluk. Tidak ada nama-nama pada penguasa Mamluk itu yang mencerminkan sebagai Ahlul bait yang nama namanya tidak jauh dari nama keluarga Nabi Muhammad SAW. Secara nama sudah tidak sesuai begitu juga jabatan atau gelar, tidak ada satupun mereka yang memakai Gelar Sayyid atau Syarif sebagai identitas keturunan Ahlul Bait, dan memang pada dasarnya Dinasti Mamluk bukan Dinasti Ahlul Bait apalagi mereka adalah mereka berasal dari nasab yang belum jelas keberadaanya. Kalaupun Syarif Abdullah tetap dianggap sebagai orang yang berkuasa di Mesir, barangkali itu bukan sebagai sultan, karena sesuai dengan urutan penguasa sultan, tidak ada satupun nama Syarif Abdullah ini. Sepertinya  pengertian yang bisa masuk logika sejarah mungkin kata kata Sultan Mesir itu bisa diganti dengan kata “penguasa” atau mungkin walikota. Dan sepertinya ini mungkin lebih masuk akal seperti yang diungkapkan oleh Yosef Iskandar dengan Bukunya Sejarah Jawa Barat, Penerbit  Ceger Sunten Bandung, Tahun 1997, pada halaman 258 bahwa Syarif Abdullah itu merupakan walikota atau penguasa pada sebuah provinsi di Mesir. Syarif Abdullah atau abdullah Umdatuddin ini berkuasa ditanah Palestina tempat tinggalnya sebagian Bani Israil atau Yahudi. Ia menjadi Walikota pada masa Kekuasaan Bani Mamluk yang didirikan Dinasti Ayyubiyah. Kenapa bisa menjadi penguasa disana??? Ya tidak aneh, bukankah jaringan dan kerjasama ulama Azmatkhan itu meliputi seluruh dunia??? Jadi tidak aneh bila keluarga besar Azmatkhan ada dimana mana dan bisa jadi penguasa dan itu terbukti terjadi di Nusantara ini, dimana banyak keturunan azmatkhan menjadi Sultan atau penguasa dari beberapa Kerajaan Nusantara, baik itu Hindu, Budha atau Islam. Bukanlah merupakan sebuah hal yang mengagetkan jika suatu saat Abdullah Umdatuddin menjadi penguasa/walikota ditanah Mesir atau Palestina, karena di Palestina sendiri saat itu ada juga keluarga Azmatkhan yang lahir dan besar disana seperti keluarga besar Sunan Kudus. Mesir dan Palestina saat itu bukan seperti sekarang, yang sudah terkotak-kotak dan nyaris dikuasai Yahudi. Pada masa itu Yerusalam dengan Baitul Maqdisnya berada pada kekuasaan negara Mesir, tidak seperti sekaran, dimana Mesir dan Palestina sudah menjadi negara yang berdiri sendiri sendiri.

Pada masa lalu Mesir dan Yahudi menjadi pusat perhatian dunia. Pada masa itu para kaum Yahudi tidaklah seperti sekarang, karena mereka banyak menyebar keberbagai Negara, setelah Umar bin Khottob menyuruh mereka keluar dari Bumi Palestina karena sepak terjang mereka yang sering membuat kerusakan dalam kehidupan. Tidak heran Yahudi jadi dendam, sehingga walaupun sebagian besar mereka telah keluar dari negeri Palestina namun, keberadaan mereka tetap masih ada disekitar Negara Negara yang berdekatan dengan Yahudi yang salah satunya adalah Mesir. Banyak saat itu orang dari berbagai Negara datang ke negeri ini untuk belajar dan juga berjihad dalam mempertahankan Negara ini dari invansi militer mongol dan pasukan dari kerajaan yang ada di eropa, sedangkan Palestina saat itu menjadi pusat ziarah kaum Kristen, yahudi, islam dari berbagai seluruh dunia. Adanya penziarah tiga agama yang datang dari berbagai penjuru dunia, sebagai bukti siapapun bisa menetap dinegeri ini. Apalagi pasca perjanjian gencatan senjata dalam rangka perang salib, kota ini semakin ramai dan padat akan pengunjung Kristen yang datang dari berbagai Negara eropa, selama 5 tahun gencatan senjata berlangsung baik antara Fihak Salahudin Al Ayyubi dengan Ricahrd The Lion Heart dari kerajaan Inggris. Posisi Mesir dan Palestina memang posisi yang sangat strategis karena disitu ada peradaban dan pusat 3 agama dunia, jadi tidak heran negeri ini selalu ramai dikunjungi termasuk keluarga besar walisongo. Disamping itu pula jangan lupa bahwa ayah Abdullah Umdatuddin yaitu Ali Nurul Alam juga tidak kalah besar pengaruhnya diberbagai Negara. Buktinya nama-nama gelar yang beliau sandang itu, seperti misalnya Maulana Malik Israil atau Arya Gajah Mada, atau Sultan Qonbul, ini menunjukkan jika Ali Nurul Alam adalah diplomat ulung untuk berbagai Negara, dan punya pengaruh yang besar pada beberapa Negara termasuk Kesultanan Otoman Turki. Berdirinya Majelis Dakwah Walisongo boleh jadi karena hubungan baik keluarga besar azmatkhan termasuk Ali Nurul Alam dengan Sultan Muhammad 1 Turki Ottoman. Ali Nurul Alam memang saat itu merupakan Perdana Menteri Kelantan yang mana dalam hubungan diplomasi keluar negeri ia yang paling berperan.

Yosep menambahkan bahwa Syarif Abdullah ini kemudian menikah dengan rara santang yang ketika melakukan itu sedang ibadah haji bersama kakaknya Walang Sungsang. Pertemuan antatra rara santang dan Syarif Abdullah saya fikir tidak ada yang aneh, kenapa tidak aneh? Lho bukankah ibu rara santang yaitu  Nyi Subang Larang bin Ki Gedeng Tapa adalah murid kesayangan dari Syekh Quro atau Maulana Hasanuddin bin Syekh Yusuf Sidiq yang ternyata Syekh Yusuf Sidiq ini adalah adik Ali Nurul Alam yang merupakan ayah Abdullah Umdatuddin!.  Jadi Abdullah Umdatuddin ini  sebenarnya menikahi murid dari sepupunya sendiri. Syekh Quro sendiri berasal dari Champa. Jadi apa yang aneh dengan pertemuan mereka??? Pastilah Abdullah Umdatuddin juga mengetahui siapa sesungguhnya Rara Santang ini sehingga di kemudian disunting dan dinikahi. Jadi pertemuan antara Rara Santang dan Syarif Abdullah ini tidaklah aneh, semua wajar wajar saja, itu karena hubungan kekerabatan antar keluarga mereka sudah lama terjalin. Mereka menikah sekaligus untuk menyambung kekerabatan antar keluarga walisongo dan keluarga kerajaan Nusantara, dan setelah melakukan pernikahan setelah itu Abdullah Umdatuddin kembali ke Mesir/Palestina. Pendapat ini menurut saya masuk akal  karena dalam Babad Tanah Sunda yang Disusun oleh PS Sulendraningrat, terutama pada halaman 28 dan 29 disitu diceritakan bahwa Syarif Abdullah pernah bertemu dengan Para parampok yang berasal dari Kaum Yahudi atau Bani Israil berjumlah 9 orang, namun dalam perampokan Para perampok tahluk ditangan Syarif Abdullah sehingga akhirnya mereka berguru dan belajar kepada Syarif Abdullah sampai syarif Abdullah kembali kemesir. Sehingga dikemudian hari nama Syarif Abdullah sering disebut sebagai Maulana Israil atau Maulana Hud, tidak heran jika dikemudian hari dalam cerita tersebut ada pengikut atau orang kepercayaan Abdullah Umdatuddin atau Syarif Abdullah bernama dengan ciri Yahudi.

Bagaimana dengan kedudukannya sebagai Sultan Champa? Besar kemungkinan setelah dari Mesir ia kemudian berhijrah untuk berdakwah mengikuti jejak para leluhurnya dan juga keluarga besar walisongo menuju Asia tenggara, Secara geografis memang medan dakwah keluarga besar walisongo lebih banyak di Asia Tenggara dibandingkan di Mesir. Besar Kemungkinan bila jabatan walikota yang beliau sandang itu tidak lama karena beliau sudah lebih dahulu hijrah ke Champa. Kalaupun Keberadaan Syarif Abdullah ini tidak tercatat dalam sejarah mesir, itu karena mungkin kekuasaan beliau hanya merupakan walikota dan bisa saja karena kekuasaanya sebentar sehingga akhirnya tidak tercatat dalam sejarah Mesir. Justru kekuasaan beliau ini lebih berlangsung lama di Champa bahkan malah tercatat dengan lengkap dan detail bahkan keturunan beliau banyak yang jadi Sultan seperti Sunan Gunung Jati dan Raden Fattah. Bisa dikatakan bahwa saat beliau di Mesir itu adalah merupakan “magang” beliau sebelum masuk ke Champa. Kasus tidak adanya keterangan Syarif Abdullah Di Mesir ini mirip juga dengan kasus Raden Fattah yang sejarahnya Di Champa dan beberapa Kesultanan nyaris tidak terdeteksi, karena beliau hijrah dari champa saat masih kecil. Namun demikian secara ilmu nasab keberadaan Abdullah Umdatuddin atau Raden Fattah tetap tercatat rapi dibuku nasab ENSIKLOPEDIA NASAB AL HUSAINI SELURUH DUNIA. Sejarah memang tidak mencatat, namun ilmu nasablah yang menyelamatkan semua data sejarah yang seperti ini. Abdullah Umdatuddin atau Syarif Abdullah ini setelah di champa, sejarahnya nyaris tergerus oleh sejarah dengan lenyapnya Kesultanan champa, dan hal ini juga kasusnya mirip dengan Raden Fattah yang merupakan anaknya, dimana setelah Raden Fattah wafat nyaris sejarah Raden Fattah dan Kesultanan Demak hilang sejarahnya dan cenderung memang banyak yang ingin “menghabisi” sejarah dan nasab mereka. Untungnya data data mereka seperti Abdullah Umdatuddin dan anak-anaknya yaitu Sunan Gunung Jati, Syarif Nurullah, Sultan Babullah, Sultan Abu Muzaffar, Raden Fattah, semua bisa terjaga dengan baik berkat pencatatan keluarga besar Sunan Kudus, kalau tidak ada catatan nasab ini, barangkali sejarah Abdullah Umdatuddin dan anak anaknya hanya tinggal kenangan saja.

Yang dijelaskan diatas ini, adalah kronologis secara jabatan/kekuasaan, Sosiologi, idiologi, geografi, silsilah, dan nama yang kebanyakan hasilnya tidak mengindikasikan adanya korelasi yang kuat, kronologis lain yang juga tidak kalah pentingnya seperti Kronologis pernikahan juga menjadi tanda tanya, secara Ilmu pernikahan hal ini patut dipertanyakan, karena pada kenyataan Syarif Abdullah ini tidak ada istrinya yang berasal dari Mesir. Istri beliau lebih banyak berada dikawasan Asia tenggara. Anak anak beliaupun semua rata rata berada di Nusantara, hubungan beliau dengan raja raja Di nusantarapun terjalin dengan baik seperti dengan Majapahit. Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada sejarah yang ada pada Kesultanan Cirebon dan Banten, teori Syarif Abdullah yang berasal asli dari mesir mungkin bisa kita tambahi dan direvisi keterangannya dengan penambahan data dan fakta yang terbaru, toh saya juga yakin ketika munculnya nama-nama seperti SULTAN MESIR atau MAULANA ISRAEL itu pasti ada latar belakangnya, tidak mungkin orang orang menisbatkan sesuatu tanpa ada sebab atau latar belakangnya, termasuk julukan SULTAN MESIR itu, hanya ketidaktahuan kita saja akan latar belakang munculnya gelar itu sehingga  banyak orang sering salah duga akan sejarah munculnya gelar itu. Sehingga karena ketidak tahuan masyarakat, akhirnya yang muncul lebih banyak sisi legenda dan mitosnya saja ketimbang sisi sejarah yang sebenarnya banyak yang faktual. Kecintaan masyarakat kepada tokoh kadang memang berlebihan dengan adanya cerita-cerita yang tidak sesuai dengan logika sejarah. Tapi menyalahkan masyarakat, juga tidak bijak, yang ada mungkin, mari kita perbaiki secara bertahap tentang adanya sumber sejarah yang sering disalahfahami secara berlebihan. Dan saya fikir ini bisa dilakukan oleh para intelektual dari keturunan walisongo.

Secara kronologis sejarah hal ini bolehlah kita pandang secara positif, adanya nama Sultan Mesir atau Maulana Israil atau Sultan Hud yang dinisbatkan kepada Syarif Abdullah membuktikan jika peta penyebaran keluarga besar Ahlul Bait khususnya Klan Azmatkhan itu telah merambah keberbagai belahan dunia. Dalam berdakwah boleh jadi jasa mereka telah tertanam disebagian masyarakat yang mereka temui dan dakwahi, sehingga sebagai bentuk cinta masyarakat yang didakwahi, banyak Nama-nama walisongo yang dinisbatkan dibelakang nama mereka dengan nama daerah-daerah  pada masyarakat tersebut, dan hal itu bisa kita lihat belakang nama mereka atau juga sejarah hidup merekai, Walisongo periode pertama sampai periode berikutnya banyak dibelakang namanya dinisbatkan pada negara negara tertentu, sehingga banyak orang menyangka jika asal usul asli para walisongo itu berasal dari negara negara yang dinisbatkan tersebut. Dan memang hal ini bukan merupakan hal yang aneh jika nama-nama keluarga besar walisongo seolah olah identik dengan negara tersebut, dan menurut saya itu logis dan tidak masalah, karena leluhur Alawiyyin dari mulai masa Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Muhammad SAW, Sayyidina Ali, Sayyidina Husein, Sayyidina Hasan, Sayyidina Ali Zaenal Abidin, Imam Ahmad Al Muhajir, Sayyid Abdul Malik Azmatkhan, Sayyid Husein Jamaluddin Jumadhil Kubro s/d Walisongo semua hidupnya banyak yang berpindah-pindah dari satu negara kenegara yang lain, semua dalam rangka dakwah islamiah. Siapa bilang aslinya Imam Ahmad Al Muhajir itu dari Yaman Hadramaut? Aslinya beliau kan justru berasal dari kota Basrah pada provinsi Irak. Siapa bilang Sayyid Abdul Malik Azmatkhan asli India? Lha wong beliau lahir di Hadramaut Yaman serta besar disana, Siapa bilang Sayyid Husein Jamaluddin Asli Bugis karena dimakamkan di Wajo? , lha wong beliau itu lahir dan besar di India, siapa bilang keturunan walisongo itu asli Jawa atau Melayu?, lha wong leluhur mereka  aja keturunan Arab India,  Makanya saya sendiri kadang bingung kalau ditanya asal usul, kalau saya bilang saya asli Palembang, saya lahir di Jakarta dan saya lebih merasa jadi orang Betawi, kalau dikatakan saya keturunan Palembang justru leluhur saya dari Jawa, lha kalau dibilang Jawa, ternyata mereka ada juga yang berasal dari champa, lha kalau dibilang dari champa ternyata justru asal usulnya dari India, dikatakan India tidak juga karena asal usulnya dari Hadramaut, Dikatakan dari Hadramaut ternyata aslinya dari Irak, dikatakan dari irak ternyata leluhurnya dari Madinah, dikatakan dari Madinah ternyata Asli dari Mekkah, dikatakan dari Mekkah ternyata nenek moyangnya dari wilayah arab lain, dikatakan dari Nabi Adam, Nabi Ada ternyata berasal dari tanah, ujung-ujungnya Akhirnya kembali kepada tanah juga....

Adanya teori yang berbeda-beda tentang asal usul walisongo menurut saya adalah hal yang wajar, namun yang penting adalah ketika teori itu muncul,  teori itu tidak aneh dan terkesan dibuat buat seperti adanya teori yang mengatakan jika walisongo keturunan china, padahal faktanya data keturunan china ini lemah dan tidak jelas sumbernya. Adanya perbedaan sudut pandang tentang asal usul walisongo karena melihat tempat dan asal usul mereka, menurut Faris Khoirul Anam Lc, Dalam bukunya yang berjudul Al Imam Al Muhajir Ahmad Bin Isa, Leluhur Walisongo dan Habaib Di Indonesia, Penerbit Darkah Media Malang, Tahun 2010, terutama pada halaman 124 mengatakan bahwa tempat tempat yang dinisbatkan kepada nama walisongo pada dasarnya lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh walisongo daripada merupakan asal muasal mereka yang mereka yang merupakan kaum Sayyid atau Syarif yang merupakan Ahlu Bait atau keturunan dari Nabi Muhammad SAW. Ahlul Bait Rasulullah SAW sendiri peta penyebaran atau diaspora mereka meliputi belahan dunia, jangan kira Ahlul Bait itu hanya ada di Timur Tengah saja, justru Ahlul Bait Nabi Muhammad SAW itu juga banyak terdapat dinegara-negara lain seperti kawasan Asia Tenggara seperti Patani Thaillad, Malak, Kelantan, Indonesia, Brunei, Singapura, dll dan Asia Selatan seperti negara negara India, Afganistan, Pakistan, Bangladesh, Sri Langka, dll.  Jadi penisbatan nama pada seorang tokoh seperti walisongo termasuk Abdullah Umdatuddin menjadi Sultan Mesir adalah hal wajar, yang penting nama yang dinisbatkan mereka itu bisa kita fahami dan ada kronologisnya serta bisa masuk pada logik dan psikologi sejarah.

Wallahu A’lam Bisshowab.......

Daftar Pustaka

Agus Sunyoto, Walisongo Rekonstruksi Sejarah Yang Disingkirkan, Penerbit Transpusaka,  halaman  155 – 156, Tahun 2010.
Ahmad Al Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adan Hingga Abad XX, Penerbit Akarmedia, Jakarta, Halaman 303 - 307,  Tahun 2009.
Ahmad Jaelani Halim, Sejarah & Tamadun Bangsa Melayu, Penerbit Utusan Publication Kuala Lumpur oleh Utusan Publication Kuala Lumpur, Hal 211 – 213, Tahun 2008.
Dadan Wildan, Suna Gunung Jati, Petuah, Pengaruh dan Jejak Jejak Sang Wali di Tanah Jawa, Penerbit Salima, Jawa Barat, Halaman 65,  Tahun 2012.
Faris Khoirul Anam, Al Imam Al Muhajir Ahmad Bin Isa, Leluhur Walisongo dan Habaib Di Indonesia, Penerbit Darkah Media Malang, Halaman 124, Tahun 2010.
Muhammad Al Baqir, Thariqah Menuju Kebahagiaan, Pengantar  Tentang Kaum Alawiyyin, Penerbit Mizan, Bandung, Halaman 43 – 45, Tahun 1989.
Muhammad Hasan Al-Idrus (Pengajar Sejarah Di Universitas Uni Emirat Arab), Penyebaran Islam Di Asia Tenggara, Asyraf Hadramaut dan Peranannya. Penerbit Lentera, Jakarta, Halaman 74, Tahun 1996.
Sayyid Bahruddin Azmatkhan Al-Husaini dan Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Husaini, Ensiklopedia Nasab Al Husaini Seluruh Dunia, Penerbit Madawis,  Tahun 2011.
Syaiful Anam, Laporan Kunjungan Perjalanan ke Canal Suez Ismailiyah Unversity  Cairo oleh Tim GURU BESAR IAIN SUNAN AMPEL JAWA TIMUR pada Tanggal 1 Juli 2010.
Sulendraningrat, Babad Tanah Sunda- Babad Cirebon, Penerbit ?, halaman 28 dan 29, Tahun ?
Syeikh Faqih Bin Abdullah Fathani dengan Versi Salinan oleh Syeikh Daud bin Abdullah Fathani,  TARIKH FATANI, Penerbit Persatuan Pengkajian Khazanah Klasik Nusantara & Khazanah Fathaniah, Kuala Lumpur, Halaman 34 – 35,  Tahun 1998.
Tim Riset Dan Studi Islam Mesir, Ensiklopedi Sejarah Islam Dari Masa Kenabian Sampai Daulah Mamluk, Penerbit Al Kautsar, Jakarta, Tahun 2013.
Tubagus Rafiudin S, Riwayat Kesultanan Banten,  Penerbit  Keluarga Besar  Makbaroh Kesultanan Maualana Yusuf, Halaman 14, Banten, Tahun 2006.
(Tun) Suzana, (Tun) Otman dan H Muzaffar Dato’ Muhammad,  Ahlul Bait, Keluarga Rasulullah SAW dan Kesultanan Melayu,   Penerbit Crescent News, Selangor Darul Ihsan, Malaysia,  halaman 2006, Tahun 2006.
Yosef Iskandar,  Sejarah Jawa Barat, Penerbit  Ceger Sunten, Bandung, Halaman 258, Tahun 1997.