Kamis, 26 September 2013

Cara Nabi Muhammad Menghitung Dzikirnya Dan Tidak Ada Larangan Berdzikir Dengan Tasbih

Dibahas Ulang oleh:
As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Hafizh
(Syekh Mufti Kesultanan Palembang Darussalam)

Banyak sebagian kaum muslimin setelah shalat fardhu' mereka berdzikir dengan kedua tangannya (tangan kanan dan tangan kiri) atau berdzikir dengan menggunakan tasbih (biji-bijian) yang merupakan suatu perkara baru (bid'ah) di dalam agama, padahal dahulu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bertasbih dengan jari kanannya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh 'Abdullah bin 'Umar radhiyallaahu ta'ala 'anhuma, dia berkata,


رَأَيْتُ النَّبِيَّ يَعْقِدُ التَّسْبِيْحَ بِيَمِيْنِهِ


"Saya melihat Rasulullah bertasbih (berdzikir) dengan (jari-jari) tangan kanannya."(HR. Abu Dawud, II/81, at-Tirmidzi, V/521, Shahiihul Jami', IV/271, no. 4865)

Penjelasan:
Dalam hadits ini disyari'atkannya bertasbih (berdzikir) dengan jari jemari. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam menerangkan alasannya, antara lain dalam riwayat yang menyebutkan bahwa jari jemari itu akan ditanya dan akan berbicara sebagai saksi bahwa mereka mengetahui hal itu.

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,"Hitunglah (dzikir) itu dengan ruas-ruas jari karena sesungguhnya (ruas-ruas jari) itu akan ditanya dan akan dijadikan dapat berbicara (pada hari Kiamat)." (HR. Abu Dawud, no. 1345) [Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan at-Tirmidzi]


Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.


TIDAK ADA LARANGAN BERDZIKIR DENGAN MENGGUNAKAN TASBIH, KERIKIL, DAN LAIN-LAIN.

Sering yang kita dengar dari golongan muslimin diantaranya dari madzhab Wahabi/Salafi dan pengikutnya yang melarang orang menggunakan Tasbih waktu berdzikir. Sudah tentu sebagaimana kebiasaan golongan ini alasan mereka melarang dan sampai-sampai berani membid’ahkan sesat karena menurut paham mereka bahwa Rasulallah saw. para sahabat tidak ada yang menggunakan tasbih waktu berdzikir !
‘Tasbih’ atau yang dalam bahasa Arab disebut dengan nama ‘Subhah’ adalah butiran-butiran yang dirangkai untuk menghitung jumlah banyaknya dzikir yang diucapkan oleh seseorang, dengan lidah atau dengan hati. Dalam bahasa Sanskerta kuno, tasbih disebut dengan nama Jibmala yang berarti hitungan dzikir.
Orang berbeda pendapat mengenai asal-usul penggunaan tasbih. Ada yang mengatakan bahwa tasbih berasal dari orang Arab, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa tasbih berasal dari India yaitu dari kebiasaan orang-orang Hindu. Ada pula orang yang mengatakan bahwa pada mulanya kebiasaan memakai tasbih dilakukan oleh kaum Brahmana di India. Setelah Budhisme lahir, para biksu Budha menggunakan tasbih menurut hitungan Wisnuisme, yaitu 108 butir. Ketika Budhisme menyebar keberbagai negeri, para rahib Nasrani juga menggunakan tasbih, meniru biksu-biksu Budha. Semuanya ini terjadi pada zaman sebelum islam.
Kemudian datanglah Islam, suatu agama yang memerintahkan para pemeluk nya  untuk berdzikir (ingat) juga kepada Allah swt. sebagai salah satu bentuk peribadatan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.. Perintah dzikir bersifat umum, tanpa pembatasan jumlah tertentu dan tidak terikat juga oleh keadaan-keadaan tertentu. Banyak sekali firman Allah swt. dalam Al-Qur’an agar orang banyak berdzikir dalam setiap keadaan atau situasi, umpama berdzikir sambil berdiri, duduk, berbaring dan lain sebagainya.
Sehubungan dengan itu terdapat banyak hadits yang menganjurkan jumlah dan waktu berdzikir, misalnya seusai sholat fardhu yaitu tiga puluh tiga kali dengan ucapan Subhanallah, tiga puluh tiga kali Alhamdulillah dan tiga puluh tiga kali Allahu Akbar, kemudian dilengkapi menjadi seratus dengan ucapan kalimat tauhid ‘Laa ilaaha illallahu wahdahu….’. Kecuali itu terdapat pula hadits-hadits lain yang menerangkan keutamaan berbagai ucapan dzikir bila disebut sepuluh atau seratus kali. Dengan adanya hadits-hadits yang menetapkan jumlah dzikir seperti itu maka dengan sendirinya orang yang berdzikir perlu mengetahui jumlahnya yang pasti.
A.  Hadits-hadits yang berkaitan dengan cara menghitung dzikir
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai dan Al-Hakim berasal dari Ibnu Umar ra. yang mengatakan:
“Rasulallah saw. menghitung dzikirnya dengan jari-jari dan menyarankan para sahabatnya supaya mengikuti cara beliau saw.”.
Para Imam ahli hadits tersebut juga meriwayatkan sebuah hadits berasal dari Bisrah, seorang wanita dari kaum Muhajirin, yang mengatakan bahwa Rasulallah saw. pernah berkata:
“Hendaklah kalian senantiasa bertasbih (berdzikir), bertahlil dan bertaqdis (yakni berdzikir dengan menyebut ke–Esa-an dan ke-Suci-an Allah swt.). Janganlah kalian sampai lupa hingga kalian akan melupakan tauhid. Hitunglah dzikir kalian dengan jari, karena jari-jari kelak akan ditanya oleh Allah dan akan diminta berbicara” . 
PerhatikanlahAnjuran menghitung dengan jari dalam hadits itu tidak berartimelarang orang menghitung dzikir dengan cara lain !!!. Untuk mengharamkan atau memunkarkan suatu amalan haruslah mendatangkan nash yang khusus tentang itu, tidak seenaknya sendiri saja!!
2. Imam Tirmidzi, Al-Hakim dan Thabarani meriwayatkan sebuah hadits berasal dariShofiyyah yang mengatakan: “Bahwa pada suatu saat Rasulallah saw. datang kerumahnya. Beliau melihat empat ribu butir biji kurma yang biasa digunakan oleh Shofiyyah untuk menghitung dzikir. Beliau saw. bertanya; ‘Hai binti Huyay, apakah itu ?‘ Shofiyyah menjawab ; ‘Itulah yang kupergunakan untuk menghitung dzikir’. Beliau saw. berkata lagi; ‘Sesungguhnya engkau dapat berdzikir lebih banyak dari itu’. Shofiyyah menyahut; ‘Ya Rasulallah, ajarilah aku’. Rasulallah saw. kemudian berkata; ‘Sebutlah, Maha Suci Allah sebanyak ciptaan-Nya’ ”. (Hadits shohih). 
3.   Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits yang dinilai sebagai haditshasan/baik oleh An-Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim yaitu hadits yang berasal dari Sa’ad bin Abi Waqqash ra. yang mengatakan:
“Bahwa pada suatu hari Rasulallah saw. singgah dirumah seorang wanita. Beliau melihat banyak batu kerikil yang biasa dipergunakan oleh wanita itu untuk menghitung dzikir. Beliau bertanya; ‘Maukah engkau kuberitahu cara yang lebih mudah dari itu dan lebih afdhal/utama ?’ Sebut sajalah kalimat-kalimat sebagai berikut :
‘Subhanallahi ‘adada maa kholaga fis samaai, subhanallahi ‘adada maa kholaga fil ardhi, subhanallahi  ‘adada maa baina dzaalika, Allahu akbaru mitslu dzaalika, wal hamdu lillahi mitslu dzaalika, wa laa ilaaha illallahu mitslu dzaalika wa laa guwwata illaa billahi mitslu dzaalika’ ”.

Yang artinya : ‘Maha suci Allah sebanyak makhluk-Nya yang dilangit, Maha suci Allah sebanyak makhluk-Nya yang dibumi, Maha suci Allah sebanyak makhluk ciptaan-Nya. (sebutkan juga) Allah Maha Besar, seperti tadi, Puji syukur kepada Allah seperti tadi, Tidak ada Tuhan selain Allah, seperti tadi dan tidak ada kekuatan kecuali dari Allah, seperti tadi !’ “.
Lihat dua hadits diatas ini, Rasulallah saw. melihat Shofiyyah menggunakan biji kurma untuk menghitung dzikirnya, beliau saw. tidak melarangnya atau tidak mengatakan bahwa dia harus berdzikir dengan jari-jarinya, malah beliau saw. berkata kepadanya engkau dapat berdzikir lebih banyak dari itu !! Begitu juga beliau saw. tidak melarang seorang wanita lainnya yang menggunakan batu kerikil untuk menghitung dzikirnya dengan kata lain beliau saw. tidak mengatakan kepada wanita itu, buanglah batu kerikil itu dan hitunglah dzikirmu dengan jari-jarimu !
Beliau saw. malah mengajarkan kepada mereka berdua bacaan-bacaan yang lebih utama dan lebih mudah dibaca. Sedangkan berapa jumlah dzikir yang harus dibaca, tidak ditentukan oleh Rasulallah saw. jadi terserah kemampuan mereka.
Banyak riwayat bahwa para sahabat Nabi saw. dan kaum salaf yang sholeh pun menggunakan biji kurma, batu-batu kerikil, bundelan-bundelan benang dan lain sebagainya untuk menghitung dzikir yang dibaca. Ternyata tidak ada orang yang menyalahkan atau membid’ahkan sesat mereka !!
4. Imam Ahmad bin Hanbal didalam Musnadnya meriwayatkan bahwa seorang sahabat Nabi yang bernama Abu Shofiyyah menghitung dzikirnya dengan batu-batu kerikil. Riwayat ini dikemukakan juga oleh Imam Al-Baihaqi dalam Mu’jamus Shahabah;  ‘bahwa Abu Shofiyyah, maula Rasulallah saw. menghamparkan selembar kulit kemudian mengambil sebuah kantong berisi batu-batu kerikil, lalu duduk berdzikir hingga tengah hari. Setelah itu ia menyingkirkannya. Seusai sholat dhuhur ia mengambilnya lagi lalu berdzikir hingga sore hari “.
5. Abu Dawud meriwayatkan;
‘bahwa Abu Hurairah ra. mempunyai sebuah kantong berisi batu kerikil. Ia duduk bersimpuh diatas tempat tidurnya ditunggui oleh seorang hamba sahaya wanita berkulit hitam. Abu Hurairah berdzikir dan menghitungnya dengan batu-batu kerikil yang berada dalam kantong itu. Bila batu-batu itu habis dipergunakan, hamba sahayanya menyerahkan kembali batu-batu kerikil itu kepadanya’.
6. Abu Syaibah juga mengutip hadits ‘Ikrimah yang mengatakan;
‘bahwa Abu Hurairah mempunyai seutas benang dengan bundelan seribu buah. Ia baru tidur setelah berdzikir dua belas ribu kali’.
7. Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya bab Zuhud mengemukakan; ‘bahwa Abu Darda ra. mempunyai sejumlah biji kurma yang disimpan dalam kantong. Usai sholat shubuh biji kurma itu dikeluarkan satu persatu untuk menghitung dzikir hingga habis’.
8. Abu Syaibah juga mengatakan; ‘bahwa Sa’ad bin Abi Waqqash ra menghitung dzikirnya dengan batu kerikil atau biji kurma. Demikian pula Abu Sa’id Al-Khudri ’.
9. Dalam kitab Al-Manahil Al-Musalsalah Abdulbaqi mengetengahkan sebuah riwayat yang mengatakan; ‘bahwa Fathimah binti Al-Husain ra mempunyai benang yang banyak bundelannya untuk menghitung dzikir ’.
10. Dalam kitab Al-Kamil , Al-Mubarrad mengatakan;  “bahwa ‘Ali bin ‘Abdullah bin ‘Abbas ra (wafat th 110 H) mempunyai lima ratus butir biji zaitun. Tiap hari ia menghitung raka’at-raka’at sholat sunnahnya dengan biji itu, sehingga banyak orang yang menyebut namanya dengan ‘Dzu Nafatsat’ “.
11. Abul Qasim At-Thabari dalam kitab Karamatul-Auliya mengatakan: ‘Banyak sekali orang-orang keramat yang menggunakan tasbih untuk menghitung dzikir, antara lain Syeikh Abu Muslim Al-Khaulani dan lain-lain’.
B.  Tidak ada Larangan terhadap penggunaan Tasbih dalam Dzikir
Menurut riwayat bentuk tasbih yang kita kenal pada zaman sekarang ini baru dipergunakan orang mulai abad ke 2 Hijriah. Ketika itu nama ‘tasbih’ belum digunanakan untuk menyebut alat penghitung dzikir. Hal itu diperkuat oleh Az-Zabidiyang mengutip keterangan dari gurunya didalam kitab Tajul-‘Arus . Sejak masa itu tasbih mulai banyak dipergunakan orang dimana-mana. Pada masa itu masih ada beberapa ulama yang memandang penggunaan tasbih untuk menghitung dzikir sebagai hal yang kurang baik. Oleh karena itu tidak aneh kalau ada orang yang pernah bertanya pada seorang Waliyullah yang bernama Al-Junaid: ‘Apakah orang semulia anda mau memegang tasbih ?. Al-Junaid menjawab: ‘Jalan yang mendekatkan diriku kepada Allah swt. tidak akan kutinggalkan’.(Ar-Risalah Al-Qusyariyyah).
Sejak abad ke 5 Hijriah penggunaan tasbih makin meluas dikalangan kaum muslimin, termasuk kaum wanitanya yang tekun beribadah. Tidak ada berita riwayat, baik yang berasal dari kaum Salaf maupun dari kaum Khalaf (generasi muslimin berikutnya) yang menyebutkan adanya larangan penggunaan tasbih, dan tidak ada pula yang memandang penggunaan tasbih sebagai perbuatan munkar!!
Pada zaman kita sekarang ini bentuk tasbih terdiri dari seratus buah butiran atau tiga puluh tiga butir, sesuai dengan jumlah banyaknya dzikir yang disebut-sebut dalam hadits-hadits shohih. Bentuk tasbih ini malah lebih praktis dan mudah dibandingkan pada masa zaman nya Rasulallah saw. dan masa sebelum abad kedua Hijriah. Begitu juga untuk menghitung jumlah dzikir agama Islam tidak menetapkan cara tertentu. Hal itu diserahkan kepada masing-masing orang yang berdzikir.
Cara apa saja untuk menghitung bacaan dzikir itu asalkan bacaan dan alat menghitung yang tidak yang dilarang menurut Kitabullah dan Sunnah Rasulallah saw.. itu mustahab/baik untuk diamalkan. Berdasarkan riwayat-riwayat hadits yang telah dikemukakan diatas jelaslah, bahwa menghitung dzikir bukan dengan jari adalah sah/boleh. Begitu juga benda apa pun yang digunakan sebagai tasbih untuk menghitung dzikir, tidak bisa lain, orang tetap menggunakan tangan atau jarinya juga, bukan menggunakan kakinya!! Dengan demikian jari-jari ini juga digunakan untuk kebaikan !! Malah sekarang banyak kita para ulama pakar maupun kaum muslimin lainnya sering menggunakan tasbih bila berdzikir.
Jadi masalah menghitung dengan butiran-butiran tasbih sesungguhnya tidak perlu dipersoalkan, apalagi kalau ada orang yang menganggapnya sebagai ‘bid’ah dholalah’. Yang perlu kita ketahui ialah : Manakah yang lebih baik, menghitung dzikir dengan jari tanpa menggunakan tasbih ataukah dengan menggunakan tasbih ?
Menurut Ibnu ‘Umar ra. menghitung dzikir dengan jari (daripada dengan batu kerikil, biji kurma dll) lebih afdhal/utama. Akan tetapi Ibnu ‘Umar juga mengatakan jika orang yang berdzikir tidak akan salah hitung dengan menggunakan jari, itulah yang afdhal. Jika tidak demikian maka mengguna- kan tasbih lebih afdhal.
Perlu juga diketahui, bahwa menghitung dzikir dengan tasbih disunnahkan menggunakan tangan kanan, yaitu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Salaf. Hal itu disebut dalam hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lain-lain. Dalam soal dzikir yang paling penting dan wajib diperhatikan baik-baik ialah kekhusyu’an, apa yang diucapkan dengan lisan juga dalam hati mengikutinya. Maksudnya bila lisan mengucapkan Subhanallah maka dalam hati juga memantapkan kata-kata yang sama yaitu Subhanallah. Allah swt. melihat apa yang ada didalam hati orang yang berdzikir, bukan melihat kepada benda (tasbih) yang digunakan untuk menghitung dzikir!! Wallahu a’lam.
Insya Allah dengan keterangan singkat ini, para pembaca bisa menilai sendiri apakah benar yang dikatakan golongan pengingkar bahwa penggunaan Tasbih adalah munkar, bid’ah dholalah/sesat dn lain sebagainya ??? Semoga Allah swt. memberi hidayah kepada semua kaum muslimin. Amin.
Semoga dengan keterangan sebelumnya mengenai akidah golongan Wahabi/Salafi serta pengikutnya dan keterangan bid’ah yang singkat ini insya-Allah bisa membuka hati kita masing-masing agar tidak mudah mensesatkan, mengkafirkan dan sebagainya pada saudara muslim kita sendiri yang sedang melakukan ritual-ritual Islam begitu juga yang berlainan madzhab dengan madzhab kita.

Dikupas dari tulisan di:

Pasar Islam dan Sistem Perdagangan Rasulullah

Oleh:
Asy-Syaikh As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Hafizh
(Syekh Mufti Kesultanan Palembang Darussalam)

SOSOK NABI MUHAMMAD SEBAGAI PEDAGANG
Pemuda Muhammad terkenal di kalangan masyarakat Mekkah sebagai seorang wirausahawan (entrepreneur) handal. Beliau tidak hanya memiliki soft competency seperti Jujur dan Amanah (Al-Amin) tapi juga hard competency berupa keandalan beliau dalam memasarkan barang dagangan yang dipercayakan kepada beliau sehingga beliau senantiasa menangguk keuntungan yang fantastis dari hasil bisnisnya. Sebagai seorang wirausahawan, beliau tidak hanya terkenal piawai di lingkungan Mekkah belaka, tapi juga beliau memiliki predikat sebagai seorang eksportir yang membawa barang dagangannya ke pasar-pasar di luar kota Mekkah. Inilah dia pasar-pasar yang pernah dikunjungi Muhammad muda dalam profesinya sebagai entrepreneur.
Rasulullah Saw sebelum memperoleh wahyu Allah Swt, semula sebagai pedagang. Disiapkan sebelumnya dengan kehidupan yang bergumul dengan hiruk pikuk pasar sejak usia dini yaitu usia 8 tahun hingga dewasa 40 tahun.
Selama 32 tahun, Muhammad berprofesi sebagai pedagang. Namun dikarenakan wahyu Allah Swt, pada usia 40 tahun berubah status menjadi Rasulullah Saw berjuang mendakwahkan Islam selama 23 tahun.
Subhanallah, dalam waktu relatif singkat dalam ukuran waktu sejarah, menjadikan bangsa Arab yang tadinya jahiliyah berubah menjadi jenius, yang tadinya melakukan penyembahan terhadap berhala berubah menjadi tauhid yaitu hanya menyembah Allah Swt saja. Ajaran Islam tidak diturunkan di istana tapi dengan izin Allah Swt mampu menumbangkan singgasana penguasa-penguasa zalim yang beristana megah.
Kekaisaran Persia dengan ajaran Majusinya dan kerajaan Romawi Bizantium dengan Nasraninya. Keduanya tidak mampu menghentikan gerak laju sejarah yang dibangkitkan oleh kelompok kecil yang dipenuhi dengan rahmat dan pertolongan Allah Swt.
Muhammad bin Abdullah ketika berusia 12 tahun, untuk pertama kalinya melakukan perjalanan niaga (dagang) ke Syiria bersama pamannya, Abu Thalib. Dengan ikut sertanya dalam kafilah/karavan saudagar Mekkah maka beliau menjadi yang termuda di antara rombongan tersebut.

Ilustrasi Pasar Islam


NAMA MACAM-MACAM PASAR ISLAM RASULULLAH
  1. Suuq Al-Hijr (Pasar Hijir) - Sebuah kota di Yamamah. Pasar ini diselenggarakan bersamaan dengan pasar Nazat, yaitu bulan Muharram.
  2. Suuq An-Nathah/Najat (Pasar Najat) - Pasar ini tempatnya di Khaibar (perkampungan yahudi di utara Madinah). Pasar ini diselenggarakan dari puluhan pertama hingga akhir bulan Muharram.
  3. Suuq Dumatul Jandal (Pasar Dumatul Jandal) - Pasar dekat Hijaz Utara yang berbatasan dengan Syam (Syria). Merupakan pasar tahunan yang diramaikan pada sepenuh bulan Rabi’ul Awwal.
  4. Suuq Musyaqqar (Pasar Musyaqqar) - Sebuah kota yang terkenal di Amman, Yordania. Pasar ini diselenggarakan selama bulan Jumadil Awwal.
  5. Suuq Shuhar (Pasar Suhar) - Pasar di tepi pantai tenggara Oman merupakan pasar tahunan yang berlangsung selama lima hari di bulan Rajab.
  6. Suuq Dabaa/ Dibaa (Pasar Daba) - Salah satu diantara dua kota pantai yang dijadikan pusat kegiatan pemasaran komoditi produk Cina, India dan kota-kota dari timur lainnya. Di sini, timbul pasar tahunan setelah pindah dari pasar Suhar. Oleh karena itu pemasarannya terjadi pada akhir bulan Rajab. Para wirausahawan dari pasar Sohar setelah lima hari pada bulan Rajab, pada akhir bulan Rajab pindah ke Dibba.
  7. Suuq Muharah/ Syihru (Pasar Muharah/ Syihru) - Pasar tahunan Shihir ini di pantai antara Aden dengan Oman. Di sini, dikenal dengan parfum Amber (yang suka main game Medieval Total War II pasti tau komoditi ini). Pasar ini diadakan setiap pertengahan bulan Sya’ban (Nisfu Syaban)
  8. Suuq Aden (Pasar Aden) - Pasar tahunan Aden diselenggarakan pada puluhan pertama Ramadhan. Di sini merupakan tempat pemasaran komoditi dari wilayah Timur dan Selatan.
  9. Suuq Shan'a (Pasar San'a) - Ibukota Yaman. Pasar tahunan ini dibuka sebagai kelanjutan dari Aden. Dilaksanakan dari puluhan kedua hingga akhir Ramadhan.
  10. Suuq Rabiyah (Pasar Rabiya) - Salah satu kota di Hadramaut. Pasar tahunan yang diselenggarakan pada pertengahan hingga akhir Dzulqaidah.
  11. Suuq Ukadz (Pasar Ukaz) - Pasar Ukaz terletak di Nejaz Atas. Pasar tahunan ini diselenggarakan bersamaan waktunya dengan pasar Rabiyah Hadramaut.
  12. Suuq Dzul Majaz (Pasar Dzul Majaz) - Posisinya dekat dengan Ukaz. Pasar ini diselenggarakan setiap tanggal 1 – 7 Dzulhijjah
  13. Suuq Mina (Pasar Mina) - Pasar Mina adalah kelanjutan dari Pasar Dzul Majaz. Waktu pasar Mina diselenggarakan bersamaan dengan waktu Haji. (Sumber Data: Muhammad Abu Ayyasy, Strategi Perang Rasulullah, Penerbit Qultum Media, Cet.1, Februari, 2009, ISBN. 978-979-017-67-x h.17; Muhammad SAW Encyclopedia of Seerah. The Muslim Schools Trust. London, hlm. 304-3052; Cindy Adams, MCMLXVI. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Gunung Agung Djakarta, hlm. 85)
Itulah pasar-pasar yang aktif diselenggarakan para pedagang-pedagang dari seluruh dunia di jazirah Arabia, termasuk pedagang dari Cina dan India yang membawa rempah-rempah dari timur: Nusantara Indonesia, yang saat itu istilahnya belum ada, yang dikenal hanya sebagai Kepulauan India.
Kalau dipetakan maka kira-kira beginilah rute perjalanan bisnis pemuda Muhammad.
Route Perjalanan Pasar Rasulullah

WAKTU-WAKTU RASULULLAH BERDAGANG DI PASAR (DISTRIBUSI)
  1. Muharram
  2. Rabiul Awwal
  3. Jumadil Awwal
  4. Rajab
  5. Sya'ban
  6. Ramadhan
  7. Dzul Qaidah
  8. Dzul Hijjah 
WAKTU-WAKTU RASULULLAH PRODUKSI BARANG (EKSPEDISI, EKSPOLARASI, RISET)
  1. Safar (Rasulullah melakukan perjalanan ekspedisi, eksplorasi, riset, dan mencari barang perdagangan di kawasan Jalur Sutra)
  2. Rabiul Akhir (Rasulullah melakukan perjalanan ekspedisi, eksplorasi, riset, dan mencari barang perdagangan di kawasan Nusantara)
  3. Jumadil Akhir(Rasulullah melakukan perjalanan ekspedisi, eksplorasi, riset, dan mencari barang perdagangan di kawasan Romawi)
  4. Syawal (Rasulullah melakukan perjalanan ekspedisi, eksplorasi, riset, dan mencari barang perdagangan di kawasan Osenia, Australia) (Sumber Data: Muhammad Abu Ayyasy, Strategi Perang Rasulullah, Penerbit Qultum Media, Cet.1, Februari, 2009, ISBN. 978-979-017-67-x h.17; Muhammad SAW Encyclopedia of Seerah. The Muslim Schools Trust. London, hlm. 304-3052; Cindy Adams, MCMLXVI. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Gunung Agung Djakarta, hlm. 85)
TUMBANGNYA PASAR YAHUDI (PASAR RIBAWI) DAN TUMBUHNYA PASAR ISLAM (PASAR SYAR'I)

Gerak sejarah Islam menyebar dengan sangat menakjubkan meluas hingga menembus cakrawala dunia. Salah satu cara penyebarannya adalah melalui karavan para saudagar (pedagang) muslim dari pasar ke pasar. Para saudagar tidak hanya sebatas memasarkan komoditi barang dagangan semata tapi menjadikan pasar sebagai arena dakwah melalui amalan muamalah (perdagangan) Islam.
Seperti tumbangnya Pasar Bani Qainuqa’ milik yahudi di Madinah dan tumbuhnya pasar Islam yang dibangun oleh Rasulullah Saw beserta kaum muslimin setelah periode hijrah ke Madinah. Suburnya riba dan matinya sedekah di Pasar bani Qainuqa’ berubah menjadi matinya riba dan suburnya sedekah di pasar Islam.
Menumbangkan cara-cara berdagang orang-orang kafir yang didasari hawa nafsu dan digantikan menjadi sistem muamalah yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dipraktekkan oleh kaum muslimin.
Menumbangkan ajaran materialisme yang hanya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara digantikan menjadi bertujuan untuk mendapatkan barakah dan ridha Allah dengan cara-cara berdagang yang tidak melanggar syar’i.
Dampaknya, aturan jahiliyah pun roboh, tidak mampu bertahan. Kehadiran Islam disambut sebagai kekuatan pembebasan dari belenggu pembodohan, perbudakan dan penyembahan terhadap makhluk menjadi tauhid yaitu penyembahan hanya kepada Allah Swt semata.

TERMINOLOGI PASAR DAN DINAMIKANYA DI NUSANTARA

Istilah pasar berasal dari Timur Tengah yaitu dari kata bazaar. Sebelumnya di nusantara tidak dikenal istilah tersebut. Istilah tersebut mulai masuk karena pengaruh Islam dan kontak niaga dengan Timur Tengah.
Melalui pasar, berkembanglah pula Bahasa Melayu Pasar sebagai bahasa komunikasi niaga dalam pasar. Demikian pula huruf Arab Melayu menjadi dikenal di Nusantara. Bandingkan dengan kondisi sekarang, banyaknya ruko-ruko, kios-kios, pertokoan, factory outlet, mall, supermarket, hypermarketdan minimarket yang merupakan sistem pasar tertutup (monopoli/riba) yang hanya menguntungkan segelintir orang saja.
Berbeda dengan pasar Islam yang bersifat terbuka bagi siapa saja yang ingin berdagang di dalamnya tanpa pungutan uang sewa dan pajak serta tidak ada klaim tempat. Syarat bisa masuk ke pasar Islam hanya satu yaitu paham hukum riba dan fiqih dagang serta siap dikeluarkan dari pasar oleh muhtasib(pengawas pasar) kalau melakukan transaksi yang melanggar syar’i.
Islam memberikan semangat kehidupan dengan penciptaan ekonomi terbuka melalui pasar. Sistem ini melahirkan sistem sosial terbuka, artinya setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh penghidupan yang layak melalui amalan muamalah-nya yang sesuai syar’i di pasar Islam.

SISTEM PENDIDIKAN YANG DIJAUHKAN DARI KURIKULUM PASAR ISLAM

Pada umumnya, kebanyakan orang kurang memperhatikan pasar sebagai sarana perubahan besar dalam pola hidup masyarakat. Dengan pola pendidikan industrialis materialis yang membentuk para pekerja yang hanya berpikir melamar kerja setelah mendapat ijazah maka melupakan pasar sebagai sarana untuk menjadi saudagar muslim.
Profesi pekerja di perkantoran dengan berdasi di belakang komputer, pergi pagi pulang petang, mendapatkan gaji per bulan dianggap lebih bergengsi dibanding menjadi pedagang di pasar yang mempunyai penghasilan per transaksi atau per hari.
Sebagai contoh sahabat Rasulullah Saw yaitu Abu Darda ra yang mendapatkan keuntungan 300 dinar per hari dari berdagang dan Abdurrahman bin Auf ra yang meninggalkan harta warisan 80.000 dinar. Contoh yang lain adalah Imam Bukhari (imamul hadits) yang berprofesi sebagai pedagang kain yang mendapatkan keuntungan 5000 sampai 10.000 dirham per transaksi.

SYARAT MENJADI PEDAGANG DI PASAR ISLAM (PASAR NABI)

Rasulullah bersabda, “Pedagang yang jujur amanatnya kelak di hari kiamat bersama-sama para nabi, shiddiqin dan para syuhada”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dari Rifa’ah Ibnu Rafi’ bahwa Nabi r pernah ditanya, “Pekerjaan apakah yang paling baik?”. Beliau bersabda, “Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual-beli yang bersih”. (HR. Al-Bazzar, Hadits shahih menurut Hakim)
Kehadiran Pasar Islam saja belum cukup, tapi harus juga ada pembinaan para pedagang agar bisa memahami hukum riba dan fiqih dagang. Dan yang lebih baik lagi apabila para pedagang Pasar Islam itu faqih sehingga bisa berdakwah kepada umat.

PERBEDAAN PASAR ISLAM DENGAN PASAR KONVENSIONAL

PASAR ISLAM
  1. Pedagang diwajibkan memahami hukum riba dan fiqih dagang
  2. Pasar tidak serupa dengan masjid
  3. Pasar adalah sedekah bagi kaum muslimin, makanya pasar Islam dibangun di atas tanah wakaf
  4. Tidak ada penarikan uang sewa
  5. Tidak ada penarikan pajak
  6. Tidak ada pesan dan klaim tempat
  7. Adanya Muhtasib yang bertugas mengawasi pasar agar tidak terjadi kegiatan muamalah yang melanggar syar’i seperti berdusta dan sumpah palsu dalam menawarkan dagangan, barang-barang haram, penipuan, penimbunan barang, manipulasi harga, pengurangan timbangan dan lain-lain
  8. Barang yang dijual harus halal
  9. Memakai Mata Uang Dinar Dirham Islam yang sesuai dengan Fiqih Islam, baik kadar dan beratnya. Fiqih Islam dalam berbagai Madzhab menjelaskan bahwa Kadar dinar dan perak harus dinar dan perak murni, dan beratnya sesuai dengan mitsqal.

PASAR KONVENSIONAL
  1. Pedagang tidak diwajibkan untuk memahami hukum riba dan fiqih dagang  
  2. Pasar serupa dengan masjid, siapa yang datang lebih dulu maka bisa menempati posisi tempat yang diinginkan
  3. Ada kepemilikan pribadi
  4. Ada penarikan uang sewa
  5. Ada penarikan pajak
  6. Ada pesan dan klaim tempat
  7. Tidak adanya Muhtasib
  8. Barang yang dijual adalah barang campuran, ada yang halal, ada juga yang haram
  9. Memakai Fiat Money