Rabu, 28 Agustus 2013

Beratnya Beban Moral Menyandang Nama Fam Dalam Nasab

Oleh: 
Sayyid Iwan Mahmoed Al-Fattah Azmatkhan 


Apalah arti sebuah nama, kata pujangga shakespeare..namun tidak bagi umat Islam, nama adalah perhiasan, nama adalah doa, ketika nama seorang dipanggil berarti ia sedang didoakan oleh orang memanggilnya. Semakin baik arti sebuah nama, akan semakin banyak doa yang kita terima, sebaliknya, semakin buruk nama yang kita sandang, maka akan semakin terus abadi doa yang buruk melekat pada orang tersebut. Oleh karena itu Nabi Muhammad sangat melarang keras umatnya untuk memberi anak mereka dengan panggilan atau nama-nama yang buruk, seperti nama binatang, nama-nama musuh Allah, nama-nama yang berbau jahat seperti nar/api, nama-nama yang berbau penghinaan. Nabi sendiri berapa kali sering mengganti nama-nama sahabatnya yang berkonotasi buruk, Beliau sangat senang dengan nama-nama yang indah dimata Allah, seperti Abdullah (hamba Allah), Abdurraman (hamba yang dikasihi/dicintai. Ulama-ulama terdahulu bahkan ketika memberikan nama kepada anak-anaknya banyak yang dinisbatkan kepada para Nabi dan Rasul maupun para sahabat-sahabat Nabi. Jadi secara tegas dapat dikatakan bahwa nama itu bukanlah hal yang remeh, nama adalah identitas seseorang yang terus melekat sampai ia wafat..


Bagaimana dengan nama-nama yang sifatnya bukan pribadi lagi?, artinya nama-nama itu sudah menjadi identitas wajib bagi sebuah kumpulan keluarga besar atau kecil seperti FAM ? Pemakaian FAM adalah sebuah kondisi yang umum terjadi dihampir disetiap negara. 


Pemakaian FAM bukan dominasi etnis atau negara tertentu saja. AS yang merupakan multikultur memakai budaya ini, contoh misalnya keluarga KENNEDY (Presiden AS) , MILLER Keluarga pengusaha Yahudi AS) , CARTER (keluraga Presiden AS), WOOD, DLL, sedangkan di Spanyol kita akan mendapati nama-nama marga atau fam seperti GARCIA, SILVA, PEREZ, ORTEGA, VALDEZ, DLL, sedangkan dibelanda kita akan menemukan nama marga atau fam seperti DE GRAFF, KONINGS, DE GROOT, HUNTELAR (keluarga pesepakbola Klaus Huntelar), dll, sedangkan di Inggris misalnya, WALCOT, PADDOCK, ASTON, DLL, di jerman seperti KOHLER (Keluarga Ahmad Dhani), HAHN, KRUGER, dll. Sebenarnya masih banyak nama fam atau Marga diseluruh dunia ini, namun yang saya ingat baru ini saja, masih banyak ribuan fam/marga di negara-negara tersebut, belum lagi dinegeara Afrika, Asia seperti Korea, Jepang, China. Negara Eropa, Amerika, bahkan ikatan fam atau marganya sangat kuat, dan mereka bangga dengan itu. Kalau anda yang pernah lama tinggal di daerah Australia, berdasarkan sejarah bangsa ini, ternyata banyak sekali leluhur bangsa Australia yang bermigrasi ke negara ini dengan jumlah fam/marga yang banyak, apalagi banyak dari mereka yang berasal dari irlandia atau inggris yang memang terkenal dengan budaya fam atau marga. Yang juga harus kita ketahui nama-nama FAM itu semuanya mempunyai latar belakangnya, kenapa muncul nama-nama fam itu muncul tentu ada sejarah masing-masing, misalnya karena dari kebiasaan keturunan mereka, karakternya, fisiknya, peristiwa atau hal-hal yang berkaitan dengan fam/marga tersebut. Tidak mungkin sebuah nama FAM muncul begitu saja tanpa suatu sebab, pasti ada latar belakangnya.


Itu dibelahan dunia lain, bagaimana dengan Indonesia, wah Di Indonesia ini malah paling kaya dengan budaya pemakaian nama FAM. Hampir semua provinsi mempunyai FAM masing-masing, yang paling terkenal adalah Sumatra Utara, tentu kita sering mendengar nama-nama FAM seperti NASUTION, SIREGAR, SITOMPUL, LUBIS, PANJAITAN, dll. Setelah kita tahu ini, bagaimana dengan FAM para ulama kita seperti walisongo, pemimpin pemimpin daulah Islamiah terdahulu? Ternyata merekapun mempunyai FAM. Namun yang unik dan juga bisa kita jadikan contoh adalah bahwa mereka yang saya sebutkan ini, dahulunya tidak pernah menyebutkan atau membangga banggakan nama FAM mereka, padahal secara hak nasab, mereka "seharusnya' wajib menggunakan nama FAM itu. Kenapa justru pada masa lalu mereka tidak melakukan hal itu? karena pada dasarnya WALISONGO dan PEMIMPIN-PEMIMPIN DAULAH ISLAMIAH TERDAHULU itu bersikap tawadhu dan memahami kultur masyarakat Jawa yang saat itu masih didominasi dengan budaya kasta, secara sosialisasi kemasyarakatan, tentu dengan adanya pemakaian gelar FAM akan berpengaruh secara psikologis. Orang akan segan dan sungkan karena merasa bahwa WALISONGO dan PEMIMPIN DAULAH ISLAMIAH ini berasal dari kalangan bangsawan dan orang orang terhormat, sedangkan saat itu mereka butuh orang-orang yang bisa memahami posisi dan status mereka, terutama rakyat jelata. Dan memang secara nasab sebenarnya WALISONGO DAN SEBAGIAN PEMIMPIN DAULAH ISLAMIAH itu boleh saja memakai FAM  mereka yaitu AZMATKHAN atau AL AKBAR, namun akhirnya karena pola dakwah mereka yang memakai pendekatan hati, jadilah nama mereka menjadi lebih lokal dan tidak mencantumkan FAM.


Dan memang bagi mereka yang berhak memakai FAM keluarganya sah-sah saja bila mereka ingin mencantumkan dibelakang mereka, apalagi secara nasab, mereka memang keturunan dari keluarga besar FAM itu. Namun yang jadi masalah adalah, mampukan kita menjaga nama baik dari FAM tersebut dalam kehidupan sehari-hari? mampukah kita berahlak seperti ahlaknya para orang-orang terdahulu, terutama mereka yang pertama kali mendapat anugrah fam atau marga tersebut? mampukah mereka berbuat seperti perilaku kakek-kakeknya itu? terutama FAM yang berhubungan dengan keturunan orang-orang mulia atau ulama atau bangsawan yang ahlaknya pada masa lalu terkenal baik seperti nama-nama FAM seperti : AZMATKHAN (AL AKBAR), BASYAIBAN, ALHADDAD, ALATAS, ALHAMID, BA'ABUD, ASSEGAF, ALJUPRI, AL HABSYI, BASSALAMAH, AL JAELANI, ALMALIKI, JAMALLULAIL, BIN SYEKH ABU BAKR, AL JUNAID, dll, menurut saya nama-nama FAM ini adalah sangat berat sekali kita sandang apalagi bila kita masih berprilaku buruk dan belum bisa menjadi contoh buat orang banyak, ah betapa malunya orang yang menyandang nama-nama ini bila tidak sama dengan datuknya..Saya sendiri dulu dianjurkan oleh guru nasab saya , bahwa saya pada dasarnya sudah boleh dan berhak mencantumkan nama FAM yang saya miliki, karena itu merupakan hak keturunan. Setelah saya mendapat anjuran seperti ini, saya sempat bahagia dan berucap, mudah mudahan dengan nama FAM yang tercantum ini saya bisa lebih baik. Sempat berapa kali saya cantumkan nama FAM itu, namun beberapa saat kemudian, saya tidak berani lagi mencantumkan nama FAM itu, setelah saya merasa bahwa ahklak saya masih buruk, hati saya masih kotor, pikiran saya masih buruk. Saya tidak berani lagi, bukan berarti saya tidak menghargai FAM itu, Namun rasanya saya belum sanggup untuk menyandang gelar FAM yang berasal dari orang-orang mulia, rasanya belum maqom saya untuk menyandang gelar FAM itu. Kalaupun ada banyak saudara saya yang bangga dan berani mencantumkan gelar FAM  seperti AZMATKHAN atau BASYAIBAN dibelakang namanya misalnya, saya tetap berhuznuzhan kepada mereka, saya tetap positip thingking dan mendoakan mereka semua, karena menurut saya mereka mungkin bisa lebih baik dari saya, sedangkan saya masih jauh bila dibandingkan dengan saudara-saudariku ini..Saya hanya ingin mengikuti jejak walisongo, yang lebih cenderung "melokalkan" dirinya dengan kultur setempat terutama dari penempatan nama FAM. Namun sekali lagi bagi siapa saja yang memang bahagia dengan nama FAM dirinya, tidak ada halangan dan larangan untuk tidak memakai atau mencantumkan FAM dibelakang namanya,  nasehat  ini hanyalah nasehat kecil  DARI alfaqir, pakailah nama FAM  itu sesuai dengan perilaku kakek-kakekmu yang terdahulu untuk mendahulukan ahlak yang luhur dalam mengarungi kehidupan...
WALLAHU A'LAM BISSHOWAB....