Jumat, 30 Januari 2015

BUKTI AL-AMIN DALAM SEJARAH NABI MUHAMMAD


Oleh: 

Asy-Syaikh Al-Hafizh As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan



”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)

Al-Amin adalah gelar Rasulullah yang artinya "AMANAH" atau "DAPAT DIPERCAYA".

Adapun fakta-fakta Rasulullah merupakan pribadi yang amanah adalah:

  1. Tahun 577-578 Masehi (Saat usia Nabi Muhammad 7-8 tahun), telah dididik sifat "AMANAH" oleh Kakeknya, As-Sayyid 'Abdul Muthallib bin Hasyim untuk mengikuti kafilah perdagangan di 3 Pasar Besar, yaitu: Pasar Ukaz Kuno, Pasar Mujannah, dan Pasar Dzu Majaz. Abdul Muthallib adalah Imam (Pemimpin) dari 3 pasar Tersebut. Rasulullah pertama kali mendapatkan pelajaran berdagang dari kakek kandungnya, tentang arti AMANAH dalam berdagang dan bahaya riba. Gelar Al-Amin sudah disematkan di belakang nama Nabi Muhammad kecil.
  2. Tahun 579-584 Masehi (Saat usia Nabi Muhammad 9-11 tahun), Nabi Muhammad diasuh oleh pamannya yang bernama As-Sayyid Abu Thalib bin Abdul Muthallib bin Hasyim. ABu Thalib menggantikan posisi 'Imam' di 3 pasar besar Pasar Ukaz Kuno, Pasar Mujannah, dan Pasar Dzu Majaz. Ketika usia Nabi Muhammad bin Abdullah masih 9-11 tahun, beliau belajar berdagang, dengan kurikulum: mengenal barang-barang perdagangan yang halal, adab-adab pasar, kejujuran dalam berdagang, amanah dalam berdagang, akad perdagangan yang benar, dan tentang bahaya riba.
  3. Tahun 583 Masehi (Saat usia Nabi Muhammad 12 tahun). Nabi Muhammad yang masih anak-anak ini mengikuti Kafilah Perdagangan Antar Negara yang dipimpin oleh pamannya, As-Sayyid Abu Thalib bin Abdul Muthallib ke Suriah. Saat perjalanan kafilah ini, Muhammad dan Abu Thalib bertemu dengan Bakhira (seorang Ulama Eskatologi yang hafal kitab-kitab Injil, Zabur dan Taurat), ulama ini melihat tanda-tanda kenabian pada diri seorang Nabi Muhammad yang masih anak-anak. Dan Bakhira berpesan kepada Abu Thalib agar menjaganya karena kelak ia (Nabi Muhammad bin Abdullah) adalah NABI AKHIR ZAMAN dan TIDAK ADA NABI SETELAHNYA. Saat inilah Abu Thalib meyakini dan mengimani bahwa Nabi Muhammad adalah seorang Nabi dan Rasul, meskipun saat itu Nabi Muhammad belum menerima wahyu dari Allah. Abu Thalib dan Bakhira benar-benar beriman akan kenabian dari Nabi Muhammad bin Abdullah. Dan merahasiakan keimanan tersebut, serta merahasiakan BERITA BESAR KENABIAN MUHAMMAD, karena dalam rangkan menyelamatkan Nabi Muhammad dari segala ancaman pembunuhan orang-orang yang dengki dan orang kafir yang tidak menginginkan munculnya Nabi Akhir Zaman.
  4. Tahun 590 Masehi (Usia Nabi Muhammad baru 20 tahun) Nabi Muhammad mendirikan Hilful-Fudul. Hilful-Fudul merupakan sebuah lembaga yang bertujuan membantu orang-orang miskin dan teraniaya. Keadaan di Makkah pada waktu itu memang sedang tidak kondusif, hal ini karena adanya perselisihan antara suku Quraisy dengan suku Hawazin. Melalui Hilful-Fudûl inilah sifat-sifat kepemimpinan Nabi Muhammad mulai tampak. Melalui aktivitasnya dalam lembaga ini, di samping ikut membantu pamannya berdagang, namanya semakin terkenal sebagai orang yang terpercaya (amanah). Kejujuran yang sudah kental dan melekat erat dalam jiwa Nabi Muhammad saw akhirnya menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut. Dengan kejujuran yang dimilikinya, Nabi Muhammad saw akhirnya mampu memperluas relasi dagangnya. Dan dengan kejujurannya itulah, semakin terkenal Nabi Muhammad SAW memperoleh gelar Al-Amin yang artinya orang yang dapat dipercaya.
  5. Tahun 595 Masehi (Usia Nabi Muhammad 25 tahun), Nabi Muhammad berhasil menjadi Pedagang yang sangat Kaya Raya. Dalam sebuah riwayat yang shahih, konon saat usia 25 tahun inilah harta Nabi Muhammad mencapai 6.820.000 dinar dan 17.215 dirham. Riwayat ini secara hitungan keuntungan dagang sangat masuk akal, karena start perdagangan Nabi Muhammad adalah usia 7 tahun, jika usia 25 tahun menjadi manusia TERKAYA, sangatlah wajar, karena ada proses 18 tahun Nabi Muhammad sangat aktif di Perdagangan dan di pasar-pasar Besar saat itu. Nabi Muhammad menjadi sebuah "BRAND PERDAGANGAN" atau "BRAND KAFILAH". Sehingga seorang wanita kaya raya yang bernama KHADIJAH BINTI KHUWAILID mengajukan proposal kerjasama untuk berkongsi dan menanamkan investasi di kafilah dagang "AL-AMIN" milik Nabi Muhammad bin Abdullah. Bahkan Khadijah ini mengutus Maisarah (karyawan laki-laki) untuk mewakilinya mengikuti ekspedisi perdagang Nabi Muhammad ke 17 Pasar yang dipimpin oleh Nabi Muhammad bin Abdullah. Kejujuran dan sifat amanah Nabi Muhammad inilah yang mendorong Khadijah untuk mengajukan lamaran (khitbah) kepada Abu Thalib (Paman Nabi), agar bisa menikahi Muhammad muda yang SUPER KAYA. Dalam riwayat diceritakan bahwa maskawin Nabi Muhammad untuk Khadijah senilai 100 ekor unta muda. Di zaman Nabi, harga seekor unta muda yang kwalitas tinggi adalah 25 dinar atau 250 dirham, maka 100 ekor unta muda sama dengan 25 x 100 = 2.500 dinar emas murni. Subhanallah...sampai saat ini belum ada maskawin (mahar) yang lebih tinggi dari maskawin yang diberikan Rasulullah. Jika kita tengok sejarah pemberian mahar dari Rasulullah kepada para isterinya, tercatat:  (1) Mahar untuk Khadijah 2.500 dinar atau 25.000 dirham, (2) Mahar (maskawin) untuk Aisyah 500 dirham, berdasarkan hadis dari Abi salamah berkata: Aku pernah bertanya kepada Aisyah: Berapakah mahar Rasulullah SAW? Ia menjawab: Adalah mahar kepada istri-istrinya itu dua belas setengah uqiyah. Aisya bertanya: Tahukah engkau apakah annasysyu, jadi seluruhnya yaitu lima ratus dirham” (HR Jama’ah kecuali Bukhari dan Tirmidzi), (3) Mahar untuk Ummu Habibah adalah 4.000 dirham, berdasarkan hadis “Dan dari “Urwah dari Umi Habibah, sesungguhnya Rasulullah saw. Telah mengawininya, sedang ia berada di Habasyah yang dinikahkan oleh Najasyi (raja Habasyah) dan ia memberi mahar empat ribu (dirham) serta memberi perbekalan dari dirinya sendiri, ia mengirimnya bersama Syurahbil bin Hasanah dan Rasulullah saw. tidak mengirim apapun kepadanya sedang mahar untuk istri-istrinya (yang lain selain Khadijah) adalah empat ratus dirham” (HR Ahmad dan Nasai). Bagi Muhammad bin Abdullah mahar-mahar untuk para isterinya adalah murah, sebagaimana beliau SAW besabda: “Seorang wanita yang penuh barakah dan mendapat anugerah Allah adalah yang maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaqnya baik. Namun sebaliknya, wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit menikahinya, dan buruk akhlaqnya.” Jika mahar sebesar itu "MURAH" bagi Nabi Muhammad bin Abdullah. Maka sangat jelas sekali bahwa  Nabi Muhammad Saw adalah Manusia yang paling kaya, bahkan Allah sendiri menyebut Nabi Muhammad adalah kaya raya, tidak ada manusia manapun yang disebut ALLAH kaya raya, kecuali hanya 1 orang yaitu Nabi Muhammad, Allah berfirman dalam surah Ad-Dhuha ayat 8: Wawajadaka 'Aa'ilan Fa'aghna (Dan Kami mendapatimu (Muhammad) tidak punya apa-apa, lalu kami jadikan kamu (Muhammad) kaya raya). (QS. Ad-Duha: 8).
  6. Tahun 605 Masehi (Usia Nabi Muhammad 35 tahun), Nabi Muhammad saw selain terkenal dengan kejujurannya, beliau juga terkenal dengan memiliki sifat adil dan rasa kemanusiaan yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dalam aktivitas beliau di sepanjang sejarah perjuangan islam yang beliau tempuh hingga akhir hayat. Salah satu contoh keadilan yang dilakukan oleh Nai Muhammad saw dapat kita lihat dalam sejarah perbaikan Ka’bah yang rusak karena banjir. Ketika bangunan Ka’bah rusak karena banjir, penduduk Makkah-pun kemudian bergotong-royong untuk memperbaikinya. Saat pekerjaan sampai pada pengangkatan dan peletakan Hajar Aswad ke tempatnya semula, terjadi perselisihan. Masing-masing suku ingin mendapat kehormatan untuk melakukan pekerjaan itu. Akhirnya salah satu dari mereka kemudian berkata, “Serahkan putusan ini pada orang yang pertama memasuki pintu Shafa ini.” Mereka semua berhenti bekerja dan menunggu orang pertama yang akan memasuki pintu Shafa tersebut. Tidak lama setelah itu, tampaklah Nabi Muhammad SAW muncul dari sana. Melihat sosok Nabi Muhammad saw, mereka semua kemudian berseru, “Itu dia Al-Amin, orang yang terpercaya. Kami rela menerima semua keputusannya.” Setibanya ditempat itu, merekapun menceritakan perselisihan yang tengah mereka hadapi. Setelah mengerti duduk perkaranya, Nabi Muhammad SAW lalu membentangkan sorbannya di atas tanah, dan meletakkan Hajar Aswad di tengah-tengah, lalu meminta semua kepala suku memegang tepi sorban itu dan mengangkatnya secara bersama-sama. Setelah Hajar Aswad telah sampai pada ketinggian yang diharapkan, Nabi Muhammad SAW kemudian meletakkan batu itu pada tempatnya semula. Dengan demikian selesailah perselisihan di antara suku-suku tsb dan mereka pun puas dengan cara penyelesaian yang sangat bijak itu. Begitulah akhlak yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw sebagai suri tauladan yang baik. Sebuah akhlak yang merupakan realisasi dari kitab suci Al Quran. Maka sudah sepatutnya bagi kita selaku umat muslim untuk menjadikan beliau sebagai satu-satunya uswah dalam kehidupan kita.
  7. Tahun 610 Masehi (Usia Nabi Muhammad 40 tahun) Wahyu pertama turun kepada Nabi Muhammad dan beliau menjadi nabi sekaligus rasulullah yang terakhir, di usia 40 tahun inilah, Nabi Muhammad fokus pada dakwah Islam, adapun sebagai pedagang, Rasulullah menjadi Pemimpin perdagangan sampai beliau meninggal dunia. Karena dalam Islam ada ajaran tentang Syariat Perdagangan (Fiqih Buyuu', Fiqih Suuq Islam, Fiqih Dinar, Fiqih Mu'amalah, dan lain-lain). Rasulullah adalah Teladan terbaik untuk sistem perdagangan Islam.


Wallahu A'lamu Bish Shawwab


Referensi:
  1. Al-Qur'anul Karim
  2. Imam Bukhari, Kitab Shahih Bukhari
  3. Imam Muslim, Kitab Shahih Muslim
  4. Imam Ahmad, Musnad Ahmad
  5. Imam Nawawi, Tahzhib as-Sirah, sebuah biografi Rasulullah 
  6. Imam Adz-Dzahabi, Siyar Alamin Nubala, 
  7. Imam Ibn Katsir, Al-Bidayah wa Nihayah, 
  8. Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari , 
  9. Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, Zad al-Ma'ad, 
  10. Asy-Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri, Raudhatul Anwar, 
  11. Michael H. Hart, The 100, , Carol Publishing Group, July 1992, paperback, 576 halaman, ISBN 0-8065-1350-0
  12. Muhammad, prophet of Islam. The Columbia Encyclopedia, Sixth Edition. 2001-07
  13. Martin Lings, Muhammad: Kisah Hidup Nabi berdasarkan Sumber Klasik. Jakarta: Penerbit Serambi, 2002. ISBN 979-3335-16-5
  14. John Esposito (1998). Islam: The Straight Path. Oxford University Press. ISBN 0-19-511233-4. p.18
  15. Bullough, Vern; Brenda Shelton, Sarah Slavin (1998). The Subordinated Sex: A History of Attitudes Toward Women. University of Georgia Press. ISBN 978-0-8203-2369-5. p.119
  16. Reeves, Minou (2003). Muhammad in Europe: A Thousand Years of Western Myth-Making. NYU Press. ISBN 978-0-8147-7564-6. p.46
  17. Watt, M. Aisha bint Abi Bakr. Article at Encyclopaedia of Islam Online. Ed. P.J. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel, W.P. Heinrichs. Brill Academic Publishers. ISSN 1573-3912. pp. 16-18