Minggu, 25 Agustus 2013

Dinar Dirham Walisongo & Dinar Dirham Nusantara

Oleh: 
As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Hafizh
(Syekh Mufti Kesultanan Palembang Darussalam)

PENDAHULUAN



Nusantara pada masa lalunya dapat dikatakan sebagai zamrud khatulistiwa, adalah salah satu kawasan yang sudah mempunyai peradaban yang cukup tinggi dan maju pada zamannya.

Semua itu tak terlepas karena posisi geografis kepulauan Nusantara yang berada diatas khatulistiwa, kawasan yang selalu dapat ditanami tiap saat akibat tersinari matahari sepanjang tahun.

Juga karena kandungan geologinya, terbentuknya pulau-pulau di Nusantara yang menyembul di atas laut, menjadikannya pulau yang aslinya adalah gunung dan pegunungan, membuat kawasan itu mempunyai banyak kandungan tambangnya.

Dengan sumber alamnya yang kaya dan sangat banyak, tak heran jika di kawasan ini sudah banyak sekali terdapat pasar-pasar besar di tiap kerajaannya.

Pasar-pasar yang pada masa kini mungkin sekelas “free trade area” di Nusantara tersebut, selalu ramai disinggahi oleh kerajaan-kerajaan lainnya nan jauh berada disebrang samudera selama berabad-abad lamanya.

Perdagangan di pasar-pasar besar di Nusantara tersebut tak hanya terkenal di negeri jiran, namun juga terkenal hingga di kerajaan-kerajaan manca negara seperti daerah Cina, India,  Arab, hingga oleh kerajaan-kerajaan di benua Afrika.

Nusantara yang kaya akan alamnya, membuat tak ada putusnya kerajaan-kerajaan nan jauh di sana selalu berusaha ingin menjalin hubungan perdagangan dengan kerajaan-kerajan di Nusantara yang hasil buminya melimpah.

Namun dalam urusan mata uang, Nusantara masih terbilang muda dalam mengenal mata uang sebagai alat pembayaran. Karena pada masa itu, kebanyakan mereka masih menggunakan cara barter, baik dengan hasil perkebunan, ternak ataupun beberapa jenis keping logam tarmasuk perak dan emas tapi bukan berupa mata uang resmi kerajaan.

Tercatat pada sejarah, bahwa negeri ini baru mempunyai uang resmi pada sekitar abad ke 8, itupun karena adanya pengaruh dari mitra negara-negara tetangga, yang juga berdagang disaat itu namun sudah mempunyai mata uangnya sendiri (seperti Arab, China dan India).

Sejarah uang Indonesia dimulai sejak masa jaya Kerajaan Mataram Kuno, yakni sekitar tahun 850 M. Kerajaan ini menggunakan koin-koin emas dan perak berbentuk kotak sebagai alat tukarnya. Berikut ini adalah 10 daftar mata uang tertua di Nusantara yang telah diketahui atau telah ditemukan sampai saat ini:

Kronologi Penggunaan Matauang Emas Murni di Nusantara:

TAHUN 850 MASEHI DICETAK UANG EMAS TAHIL KERAJAAN MATARAM KUNO,  OLEH WANGSA SYAILINDRA


Mata uang Indonesia dicetak pertama kali sekitar tahun 850/860 Masehi, yaitu pada masa kerajaan Mataram Syailendra yang berpusat di Jawa Tengah. Inilah bukti terawal sistem mata uang yang ada di pulau Jawa dan di Nusantara.

Tahun 850 Masehi adalah era Kejayaan Islam yang dipimpin oleh Khalifah Ja'far Al-Mutawakkil, Khalifah ke-10 Khalifah Bani Abbasiyyah. Karena Kekhalifahan bersifat Seluruh dunia. (Baca: http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Mutawakkil).

Karena Khalifah Ja'far Al-Mutawakkil (Khalifah Ke-10 Bani Abbasiyyah) pada tahun 850 Masehi telah berhasil menaklukkan Byzantium, Turki, Sisilia, Nusantara, dibawah kepemimpinan Panglima  al-Fath bin Khaqan dan Panglima Muda Al-Muntashir (yang merupakan putra Mahkota). Maka pada tahun 850 Masehi Kekuasaan Wangsa Syailendra merupakan negara bagian dari Kekhalifahan Abbasiyyah. Diriwayatkan pula bahwa Raja Syailendra pada tahun 850 Masehi resmi masuk Islam, yang sebelumnya beragama Budha. Dan pada tahun 850 Masehi, di Kerajaan Mataram Kuno Dinasti Wangsa Syailendra diberlakukan Syriat Islam dengan menerapkan MATAUANG EMAS MURNI.


Terbuat dari emas atau disebut pula sebagai keping tahil Jawa atau Dinar Jawa, tahun 850 Masehi. Koin-koin tersebut dicetak dalam dua jenis bahan emas dan perak, mempunyai berat yang sama dan mempunyai beberapa nominal satuan:

Pitu Tahil atau 7 Dinar, berat 31,103 gram
Tahil Jawa (Ta) atau 1 Dinar, berat 4,44 gram emas murni - sama dengan 4 atak atau 8 Kupang. Tahil dalam bahasa Jawa Kuno artinya Murni, atau dalam bahasa Arab disebut Takhalli artinya MURNI.
Masa (Ma) atau nisfu dinar, berat 2.22 gram emas murn – sama dengan 2 Atak atau 4 Kupang
Atak atau rub'u dinar, berat 1.11 gram emas murn – sama dengan ½ Masa, atau 2 Kupang
Kupang (Ku) atau Tsumun dinar, berat 0.555 gram emas murn – sama dengan ¼ Masa atau ½ Atak
Sebenarnya masih ada satuan yang lebih kecil lagi, yaitu ½ Kupang (0.2775 gram) dan 1 Saga (0,13875 gram).
Sedangkan uang perak disebut Darahama atau Dirham, dengan pecahan:
1 Masa Perak atau 1 Darahama (Da) atau 1 dirham, berat 3,11 gram perak murni
10 Masa Perak atau 10 Darahama (Dasada) atau 10 dirham, berat 31,103 gram perak murni

Koin emas zaman Syailendra berbentuk kecil seperti kotak, dimana koin dengan satuan terbesar adalah Pitu Tahil (7 dinar) berukuran 6 x 6/7 mm saja. Pada bagian depannya terdapat huruf Davanagari  “Ta”. Davanagari artinya NEGARA BERHUKUM KETUHANAN atau Negara bersyariat.

Di belakangnya terdapat incuse (lekukan ke dalam) yang dibagi dalam dua bagian, masing-masing terdapat semacam bulatan. Dalam bahasa numismatic, pola ini dinamakan “Sesame Seed”.

Sedangkan koin perak Masa mempunyai diameter antara 9-10 mm. Pada bagian muka dicetak huruf Devanagari “Ma” (singkatan dari Masa) dan di bagian belakangnya terdapat incuse dengan pola “Bunga Cendana”.

TAHUN 1042 M - 1130 M, UANG EMAS JENGGALA DICETAK OLEH KERAJAAN JENGGALA 


Pada zaman Kerajaan Jenggala (1042-1130-an) dan Kerajaan Daha (1478-1526) uang-uang emas dan perak tetap dicetak dengan berat standar, walaupun mengalami proses perubahan bentuk dan desainnya. Koin emas yang semula berbentuk kotak berubah desain menjadi bundar, sedangkan koin peraknya mempunyai desain berbentuk cembung dengan diameter antara 13-14 mm.

Pada tahun 1042 Masehi, Penguasa dunia (Khalifah) adalah Khalifah Al-Qa'im Biamrillah bergelar Abu Ja'far dengan nama aslinya Abdullah bin al-Qadir adalah Khalifah Bani Abbasiyah di Baghdad dari tahun 1031 sampai 1075. Dan raja-raja dari Jenggala dan Daha telah masuk Islam, melalui Mufti Kekhilafahan Abbasiyyah yang bernama Syekh Maimun bin Hibbatullah Al-Husaini, ayah dari seorang Mubaligh perempuan yaitu Fathimah binti Maimun yang makamnya ada di Leran, Gresik.

Kerajaan Janggala, adalah salah satu dari dua pecahan kerajaan yang dipimpin oleh Airlangga dari Wangsa Isyana. Kerajaan ini berdiri tahun 1042, dan berakhir sekitar tahun 1130-an. Lokasi pusat kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di wilayah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Airlangga masuk Islam tahun 1043 Maimun dibawah bimbingan Syekh Maimun bin Hibbatullah Al-Husaini.


TAHUN 1200 MASEHI, UANG EMAS MAJAPAHIT


Mata uang Jawa dari emas dan perak yang ditemukan kembali termasuk di situs kota Majapahit ini, kebanyakan berupa perkembangan dari dinasti sebelumnya, uang “Ma”, (singkatan dari Māsa) zaman dinasti Syailendra (pada poin nomer 1) yang dalam huruf Nagari atau Siddham, kadang kala dalam huruf Jawa Kuno.

Majapahit adalah kerajaan bagian dari Khilafah Abbasiyyah dibawah kepemimpinan Khalifah An-Nashir Lidinillah (1158 M – 1225 M) bergelar Abu al-Abbas dengan nama asli Ahmad bin al-Mustadhi' Biamrillah adalah Khalifah ke-34 Bani Abbasiyah di Baghdad dari 1180 Masehi hingga 1225 Masehi. Adz-Dzahabi berkata tentang masa kekuasaannya:"Tidak seorang pun dari khalifah yang memegang kekuasaan lebih lama darinya. Karena dia berkuasa selama empat puluh tujuh tahun. Masa pemerintahannya diwarnai dengan kestabilan dan kemuliaan serta keagungan. Dia berhasil membungkam semua musuh-musunya....", Raja-Raja Majapahit adalah wakil dari Khalifah Abbasiyyah.

Di samping itu beredar juga mata uang emas dan perak dengan satuan tahil, yang ditemukan kembali berupa uang emas dengan tulisan “ta” dalam huruf Nagari (pada poin nomer 1). Selain itu masih ada beberapa mata uang emas dan perak berbentuk segi empat, ½ atau ¼ lingkaran, trapesium, segitiga, bahkan tak beraturan sama sekali.


Uang ini terkesan dibuat apa adanya, berupa potongan-potongan logam kasar; yang dipentingkan di sini adalah sekedar cap yang menunjukkan benda itu dapat digunakan sebagai alat tukar.

Tanda “tera” atau cap pada uang-uang tersebut berupa gambar sebuah jambangan dan tiga tangkai tumbuhan atau kuncup bunga (teratai?) dalam bidang lingkaran atau segi empat.

Jika dikaitkan dengan kronik Cina dari zaman Dinasti Song (960 – 1279) yang memberitakan bahwa di Jawa orang menggunakan potongan-potongan emas dan perak sebagai mata uang, mungkin itulah yang dimaksud.

Dalam standar berat Nusantara kita akan menemukan formula 1 Troy ounce (ozt) = 7 Mithqal = 10 Mayam yang kesemua ukuran tersebut diterapkan pada emas murni.

Sedangkan Suwarna (satuan uang emas) yang digunakan Majapahit di dibagi menjadi Ma (Masa) yang beratnya 1/2 mithqal, Atak yang beratnya 1/4 mithqal dan Kupang yang beratnya 1/8 mithqal = 1 daniq emas.

Jadi pada masa Majapahit daniq emas digunakan. Berbeda dengan daniq perak yang 1/6 Dirham; Daniq emas beratnya 1/8 Dinar atau 1 Ku (Kupang) adalah 1/8 Dinar/ Mithqal dan sama persis 1 Daniq. Mengapa ada Atak, karena salah satunya untuk pembayaran Diyat yaitu 1/4 Mithqal atau 1 Atak.

Penjelasan: 1 mitsqal = 1 dinar1 mitsqal = 72 biji gandum Barley ukuran sedang, dipotong kedua ujung (habbah syai’rah)1 mitsqal = 21 3/7 qirath (Arab)
Dalam gram: 1 biji gandum Barley ukuran sedang (habbah sya’irah), dipotong kedua ujung = 0,0617 gram
Dalam gram: 1 qirath (Arab) 2% lebih kecil dari qirath Syria (212 mg) = 207,5 mg
72 habbah sya’irah = 21 3/7 qirath = 1 mitsqal


TAHUN 1297 MASEHI, DINAR DIRHAM KESULTANAN SAMUDERA PASAI


Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera Pasai, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia. Pernah menjadi Kerajaan bagian dari Kekhallifahan Abbasiyyah dengan Khalifah terakhir, yaitu Khalifah Al-Hakim, kemudian  pada tahun 1302 Masehi. Kesultanan Samudera Pasai berdiri sendiri, setelah runtuhnya kekhilafahan Abbasiyyah.

Belum begitu banyak bukti arkeologis tentang kerajaan ini untuk dapat digunakan sebagai bahan kajian sejarah. Namun beberapa sejarahwan memulai menelusuri keberadaan kerajaan ini bersumberkan dari Hikayat Raja-raja Pasai, dan ini dikaitkan dengan beberapa makam raja serta penemuan koin berbahan emas dan perak dengan tertera nama rajanya.

Mata uang emas dari Kerajaan Samudera Pasai untuk pertama kalinya dicetak oleh Sultan Muhammad yang berkuasa sekitar tahun 1297-1326 Masehi.

Mata uangnya disebut " Dinar" dan “Dirham” yang berat standarnya adalah 1 mitsqal = 1 dinar1 mitsqal = 72 biji gandum Barley ukuran sedang, dipotong kedua ujung (habbah syai’rah)1 mitsqal = 21 3/7 qirath (Arab)
Dalam gram: 1 biji gandum Barley ukuran sedang (habbah sya’irah), dipotong kedua ujung = 0,0617 gram
Dalam gram: 1 qirath (Arab) 2% lebih kecil dari qirath Syria (212 mg) = 207,5 mg
72 habbah sya’irah = 21 3/7 qirath = 1 mitsqal

Namun ada juga koin-koin Dirham Pasai yang sangat kecil dengan berat hanya 0,30 gram. Uang Mas Pasai mempunyai diameter 10–11 mm, sedangkan yang 1/2 dinar berdiameter 6 mm.

Pada hampir semua koinnya ditulis nama Sultan dengan gelar “Malik az-Zahir” atau “Malik at-Tahir”. Nama dirham menunjukkan pengaruh kuat pedagang Arab dan budaya Islam di Kesultanan tersebut.

TAHUN 1404 MASEHI DICETAK UANG EMAS KEKHILAFAHAN TURKI UTSMANI & DINAR KESULTANAN DEMAK WALISONGO (AZMATKHAN)



Walisongo adalah mubaligh Islam yang juga melakukan perdagangan dengan sistem dinar dan dirham di Nusantara, maka saya menambahkan detail tentang Walisongo pada tulisan tersebut yang diambil dari sebuah sumber orisinil yang tersimpan di Museum Istana Turki Istanbul, dimana dicatat dalam sejarah bahwa gerakan Walisongo  dibentuk oleh Sultan Muhammad I, pada tahun 1404 M (808 H).


Berdasarkan laporan dari saudagar Gujarat, India, Sultan Muhammad I mengirim surat kepada pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah yang isinya meminta untuk dikirim beberapa Ulama. Maka setelah dikumpulkan, Sultan Muhammad I mengirim 9 orang yang memiliki kemampuan di berbagai bidang dan juga memahami ilmu agama, untuk diberangkatkan kepulau Jawa pada tahun 1404 M, mereka ini dipimpin oleh Maulana Malik Ibrahim yang merupakan ahli tata negara, berita ini tertulis dalam kitab Kanzul ‘Hum dari Ibn Bathuthah, yang kemudian dilanjutkan oleh Sheikh Maulana Al Maghribi.


Wali Songo periode pertama, tahun 1404 – 1435 M, terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.
2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.
5. Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.
7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.
8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.
9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli rukyah.


Wali Songo periode kedua, tahun 1435 – 1463 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan (tahun 1419 menggantikan Maulana Malik Ibrahim)
2. Maulana Ishaq, asal Samarqand, Rusia Selatan (W. 1463)
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko
5. Sunan Kudus, asal Palestina (tahun 1435 menggantikan Maulana MalikIsra’il)
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina (tahun 1435 menggantikan MaulanaMuhammad Ali Akbar)
7. Maulana Hasanuddin, asal Palestina (W. 1462 M)
8. Maulana ‘Aliyuddin, asal Palestina (W. 1462 M)
9. Syekh Subakir, asal Persia Iran. (W. 1463 M, makamnya di Iran)


Wali Songo periode ketiga, 1463 – 1466 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan
2. Sunan Giri, asal Belambangan, Banyuwangi, Jatim (tahun 1463 menggantikan Maulana Ishaq)
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir (W. 1465 M)
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko (W.1465 M)
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim (tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin)
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim (tahun 1462 menggantikan Maulana ‘Aliyyuddin)
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim (tahun 1463 menggantikan Syaikh Subakir)


Wali Songo periode keempat, 1466 – 1513 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan (w.1481)
2. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim (w.1505)
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak (pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra)
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon (pada tahun 1465 mengganti Maulana Muhammad Al-Maghrabi)
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim (W.1513)


Wali Songo periode kelima, 1513 – 1533 M, terdiri dari:
1. Syaikh Siti Jenar, asal Persia, Iran, wafat tahun 1517 (tahun 1481 Menggantikan Sunan Ampel)
2. Raden Faqih Sunan Ampel II ( Tahun 1505 menggantikan kakak iparnya, yaitu Sunan Giri)
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak (W.1518)
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina (W.1550)
6. Sunan Gunung Jati, asal Cirebon
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim (W.1525 M)
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim (W. 1533 M)
9. Sunan Muria, Asal Gunung Muria, [tahun 1513 menggantikan ayahnya yaitu Sunan Kalijaga]


Wali Songo periode keenam, 1479 M, terdiri dari :
1. Syaikh Abdul Qahhar (Sunan Sedayu), asal Sedayu (Tahun 1517 menggantikan ayahnya, yaitu Syaikh Siti Jenar)
2. Raden Zainal Abidin Sunan Demak (Tahun 1540 menggantikan kakaknya, yaitu Raden Faqih Sunan Ampel II)
3. Sultan Trenggana (tahun 1518 menggantikan ayahnya yaitu Raden Fattah)
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon, (W.tahun 1573)
5. Sayyid Amir Hasan, asal Kudus (tahun 1550 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Kudus)
6. Sunan Gunung Jati, asal Cirebon (w.1569)
7. Raden Husamuddin Sunan Lamongan, asal Lamongan (Tahun 1525 menggantikan kakaknya, yaitu Sunan Bonang)
8. Sunan Pakuan, asal Surabaya, (Tahun 1533 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Derajat)
9. Sunan Muria, asal Gunung Muria, (w. 1551)

Sebelumnya sudah juga terjadi kontak dari Raja Sriwijaya Jambi pada tahun 100 H (718 M) yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Khilafah Bani Umayyah. Sang Raja meminta dikirimi dai yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza Islam.

Selain itu hubungan ini tampak pula dalam penganugerahan gelar-gelar kehormatan. Abdul Qadir dari Kesultanan Banten, misalnya, tahun 1048 H (1638 M) dianugerahi gelar Sultan Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu. Pangeran Rangsang dari Kesultanan Mataram memperoleh gelar sultan dari Syarif Makkah tahun 1051 H (1641 M) dengan gelar, Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami. (Ensiklopedia Tematik Dunia Islam Asia Tenggara, 2002). Bahkan Banten sejak awal memang menganggap dirinya sebagai Kerajaan Islam, dan tentunya termasuk Dar al-Islam yang ada di bawah kepemimpinan Khalifah Turki Utsmani di Istanbul.

Kesultanan Turki Utsmani mempunyai perdagangan yang kuat dan menjalin hubungan dagang dengan berbagai negara di Eropa, India, Yaman, Cina dan lain lain. Dan dalam sejarah perdagangan Kekhalifahan Turki Utsmani beredar berbagai jenis uang emas dan perak seperti Ducat emas, Gulden emas dan perak, Florin emas, dan Cruzados. Kekhalifahan Turki mencetak koin emas yang disebut Khurus dan koin perak yang disebut Akche (Acke) atau dirhem.

Dalam perdagangan yang bersistem dinar dan dirham pada masa Kekhalifahan Turki Utsmani ini saya temukan beberapa catatan yang menarik untuk diketahui oleh muslim hari ini, yaitu dalam sejarah perdagangan tersebut terdapat sejarah timbangan dan berat yang umum pada saat itu digunakan yaitu ratl, okka, ukiya dan kirat. Dan dari hal ini diketahui berat dirham dimasa itu, yaitu rata-rata antara 3.0898 – 3.207 gram. seperti yang di jelaskan di bawah ini:


Dirham atau Dirhem atau Akche (Acke) = 16 kirat = 64 dang = 3.207 gramDirham Bizantium dan awal Islam = 3.125 gramDirham menurut shariah dan kanonikal = 3.125 gramDirham di Kairo = 3.0898 gramDirham di Dimishki = 3.086 gramDirham di Tabriz = 3.072 gram


Ratl = 12 Ukiya = 333.6 gramIstanbul (abad 18) = 876 dirham = 2.809 kilogramJedda (abad 19) = 113 dirham = 360 gramMesopotamia (abad 19) = 1 okka = 1.28 gramSyria (abad 19) = 2 atau 2.5 okka = 2.565 atau 3.205 kilogramSivas = 1440 dirham = 4.618 kgAndalusia = 453.3 gramAhlat dan Nasibin (abad 11) = 300 dirham = 962.1 gramAfrika Utara (abad 11) = 140 dirham = 437.5 grAleppo (abad 17) = 700 dirham = 2.217 kg


Okka (standar) = 4 ratl rumi = 400 dirham = 1.282945 kilogram


Ratl folfoli (Egypt) = 144 Dirham = 450 gramRatl kebir (Egypt) = 160 Dirham = 500 gramRatl rumi (Anatolia) = 100 Dirham = 320.7 gramRatl zahiri (Syria) = 480 dirham = 1.500 kilogram


Ukiya = 27.8 gramUkiya (Kekhalifahan Arab) = 72 miskal = 346.392 gramUkiya Seljukid = 100 Dirham = 320.7 gramUkiya Syria (abad 19) = 66.5 Dirham = 213 gramUkiya Maghreb (abad 19) = 10 Dirham = 32 gram


Kirat (Ottoman) = 0.2004 gramKirat (Kanonikal) = 0.2232 gram


Apa yang disampaikan di atas sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz dimana ini makin melengkapi hasil penelitian sejarah, fikih dan penimbangan barley dari Islamic Mint Nusantara (2000) yang terkait dengan mitsqal, troy ounce dan gram.

TAHUN 1989-1992 MASEHI, KISAH DAN KESAKSIAN SAYA (SYEKH MUFTI KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM) TERHADAP ADANYA DINAR DIRHAM WALISONGO

Ketika saya masih berumur 12 tahun, dimana kakek saya (Al-Habib Bahruddin Azmatkhan Al-Hafizh) adalah seorang Mursyid dan Ulama tradisional keturunan Walisongo masih menyimpan dinar dirham dari Kekhalifahan Turki Utsmani yang juga diperbanyak pencetakannya di era Walisongo, saya saat itu tahun 1989 Masehi melihat dan menyaksikan Kakek saya memegang dan menimbang dinar tersebut  dengan berat 4,44 gram emas dan dirhamnya 3,11 gram. Pada tahun 1989 Masehi, saat itu usia saya 12 tahun dan berhasil menghafal Al-Qur'an 30 Juz, saya mendapatkan hadiah dinar dirham tersebut sebagai hadiah. Kemudian pada tahun 1992 Masehi, kakek dan sekaligus guru saya tersebut meninggal dunia, saat itu keluarga saya sedang ditimpa musibah tidak memegang uang sama sekali untuk membeli kain kafan dan biaya pemakaman kakek saya. Akhirnya tahun 1992 Masehi itu, saya menjual koin emas dan perak dari hadiah sang kakek di toko emas tionghoa tepatnya di Pasar ROGOJAMPI, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Saya menjualnya karena kondisi darurat agar pemakaman segera dilaksanakan. Oleh Toko emas itu (karena ia bukan muslim) dinar dan dirham saya dilebur. Saya baru sadar kembali ketika tahun 2009 Saya diangkat menjadi Qadhi/Mufti di Islamic Mint Nusantara (IMN) dan tahun 2013 menjadi Syekh Mufti Kesultanan Palembang Darussalam, betapa pentingnya dan berharganya Koin dinar dirham tersebut.



TAHUN 1600 MASEHI DICETAK UANG EMAS KESULTANAN GOWA



Di daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, berdiri kerajaan Gowa dan Buton. Kerajaan Gowa pernah mengedarkan mata uang dan emas yang disebut “Jinggara” atau "DINAR GOWA".

Salah satunya dikeluarkan atas nama Sultan Hasanuddin, raja Gowa yang memerintah pada tahun 1653-1669. Selaing itu beredar juga uang dari bahan campuran timah dan tembaga yang disebut “Kupa”.

Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi.

Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu oleh Kerajaan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung Palakka.