Jumat, 23 Agustus 2013

Nyai Gedhe Pinatih Ibu Angkat Sunan Giri Versi Slamet Moentadhim

Oleh:
Slamet Moentadhim

WANITA SAUDAGAR TERKAYA di kota pelabuhan Gresik, Jåwå Timur, pada abad ke-15, Nyai Gedhé Pinatih, adalah ibu angkat Sunan Giri I atau Pandhitå Ratu Giri Satmåtå. Menurut hasil penelitian Chen Yu-song (Tan Yeok Seong), sinolog dari South Sea Society (Perhimpunan Laut Selatan) di Singapura, dia adalah satu dari tiga putri Shi Jin-qing (Shih Chin Ching), Cina muslim pemimpin Kukang (Chiu-chang, harfiah: Pelabuhan Lama, kini: Palembang).[1]

Jabatan“pemimpin” Shi Jin-qing ini dalam bahasa Inggris disebut overlord(harfiah: tuan besar, maharaja). Demikian hasil penelitian bibliografis MohammadGuntur Shah, S.Ag., lulusan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Radèn Patah,Palémbang.[2]

Profesor KongYuan Zhi dari Universitas Peking (Beijing University) bahkan menyebutnya sebagaiputri sulung Shi Jin-qing. “Yang menarik pula ialah putri sulung Shi Jin-qingadalah Nyai Gedhé Pinatih. Dia terpaksa meninggalkan Palémbang akibat tekanan...saudaranya. Setelah tiba di Jåwå, gadis itu memohon bantuan kepada Raja Måjåpahit.Berkat simpati Sang Raja, dia diangkat sebagai syahbandar di pelabuhan Gresik.Kemudian Nyai Gedhé Pinatih terkenal sebagai penyebar agama Islam di Jåwå. Dananak angkatnya tak lain adalah Radèn Paku, salah satu Wali Sångå di Jåwå.”[3]

Agak berbeda sedikit, Guntur menulis bahwa jabatan syahbandar Gresik diwarisi oleh NyaiGedhé Pinatih dari Patih Sambojå, setelah suaminya itu meninggal. Patih Sambojåsendiri semula menjadi punggawa di Blambangan. Karena salah menjalani tugas, iadipecat. Ia kemudian menemui Raja Måjåpahit, menyatakan keinginannya untuk suwitå(Jåwå, harfiah: mengabdi). Ia diterima dan diangkat menjadi syahbandar dipelabuhan Gresik.[4]

Menurut ChenYu-song, Shi Jin-qing beranak laki-laki satu: Shih Chi-sun (Sie Tjie Soen) dantiga anak perempuan: Pi Na Ti, Shih Er Chih, dan istri Chiu Yan Chen. Setelahkematian Shih Chin Ching, kekuasaan di Palémbang dipegang oleh Shih Er Chih.Tentu saja, Shih Chi Sun yang didukung iparnya, Chiu Yan Chen, menentang. Iapun mencoba mendapatkan pengakuan sebagai penguasa yang sah dari Dinasti Ming,karena ia menganggap diri lebih berhak.[5]

Peranakan Cinå yang lahir di Semarang, Drs. Amen Budiman, menambahkan bahwa sumber sejarahdari masa Dinasti Ryukyu di wilayah Kepulauan Ryukyu menyatakan Shih Chin Chingmeninggal pada tahun 1421. Setelah itu, di kalangan keluarganya, terjadiperebutan kekuasaan.[6]

Untuk mengatasi kemelut itu, pada tahun 1422, Laksamana Cheng Ho, yang merasa  berkepentingan, memerlukan datang ke Palémbang.Tampaknya ia tidak berhasil memenuhi harapan Shih Chi Sun, karena Shih Er Chihbersikukuh mempertahankan kekuasaan. Setelah kejadian ini, Shih Chi Sun merasasangat kecewa dan tidak terdengar lagi kabar beritanya.[7]

Sementara itu, Pi Na Ti pindah ke Jåwå. Dalam cerita Jåwå, selain disebut Nyai Gedhé Pinatih,Pi Na Ti juga dikenal dengan nama Nyai Janda Sembojå, janda Patih Sambojå dariBlambangan.[8]


(0)   Penangkapan Perompak Chen Zhu-yi

MENURUT SEJARAHWAN sejarahwan Singapura Chen Yu-song, Shi Jin-qing diangkat oleh Måjåpahit untuk mengurusmasalah keagamaan dan administrasi di Palémbang, setelah runtuhnya Çriwijaya.[9]
Akan tetapi, komunitas perantau Cinå di sana pada akhir abad ke-14, tepatnya pada tahun1397,[10]lebih memilih Liang Dao-ming (Liang Tao-ming, Lian Tan Ming) sebagai pemimpinmereka. Hanya saja, Liang yang berasal dari Nan Hai (Guangdong atau Kanton) menunjukShi sebagai pembantunya yang utama.[11]Bahkan, Liang mengangkat Shi sebagai kepala keamanan pelabuhan itu pada tahun1405.[12]

“Di Palémbang,peristiwa penting yang menunjukkan bahwa pelabuhan itu telah dijaga agarsenantiasa aman ialah pengangkatan Shih Chin Ching oleh Liang Tao-ming untukmenjaga keamanan tempat tersebut sebelum ia berangkat ke Cinå. Pemimpinperompak di Palémbang, Ch’en Tsui-yi, tidak mengganggu kawasan ini, hingga selepas Liang Tao-ming bertolak ke Negeri Cinå pada tahun 1405.”[13]

Chen Zhu-yi(Tan Tjo Gi) itu Cinå non-muslim dari suku Hokkien, yang berasal dari Chao-zhou(Teochiu) di Provinsi Guangdong. Karena melanggar hukum di Cinå, ia melarikandiri bersama keluarganya ke Palémbang. Mula-mula ia bekerja pada RajaÇriwijaya. Setelah Sang Raja mangkat, ia mengerahkan bajak laut setempat danmengangkat diri sebagai gembongnya. Ia suka berbuat sewenang-wenang, antaralain merampok kapal niaga yang berlalu lalang di situ.[14]

“Pada kira-kiratahun 1405, kota Palémbang dan kota Jambi jatuh ke tangan... bajak laut Cinå.Palémbang disebut Kieu-Kiang (Pelabuhan Lama). Kapal dagang tidak banyak lagidatang ke situ dan kedua kota itu makin mundur,” tulis Sanusi Pané.[15]

Penduduksetempat dan pedagang dari luar daerah amat benci kepada gembong  bajak laut itu. Bukan hanya barang daganganyang dirampok, pedagang juga dibunuh di laut oleh Chen Zhu-yi. Bahkan, armada ZhengHe (Cheng Ho) yang datang pada tahun Yong Le kelima, 1407 M, dalam perjalananpulang, diincarnya pula. Chen main intrik. Ia akan pura-pura menyerah, padahalia berniat busuk merampas segala harta benda yang diangkutnya.[16]

Peristiwa inilah yang justru menjadikan Shi Jin-qing resmi menjadi pemimpin Kukang, baikdi mata komunitas etnis Cinå perantau di Palémbang, kerajaan Måjåpahit, maupunDinasti Ming.

“Shih ChinChing, (sebagai) pemerintah sah masa itu, berpeluang memberi tahu Cheng Hodalam perjalanan balik dari pelayarannya yang pertama, tentang gangguan itu sebelum(Sang Laksamana) sampai. Lanun tersebut dan pengikutnya ditumpas dalampertempuran pada tahun 1407 dan Shih dilantik sebagai ketua resmi kawasan tersebut,” tulis M. Guntur Shah dalam manuskripnya. “Chen Chu Yi... akhirnyadijatuhi hukuman pancung. Shih Chin Ching dianugerahi gelar Suan We Shih dariChiu-chang.”[17]

Dalam hal ini, CatatanTahun Melayu, kronik Cinå-Jåwå yang ditemukan Kelenteng Sam Po Kong diGedong Batu, Semarang, pada bagian Awal Ekspansi Cina menulis:

1407: Armada Tiongkok Dinasti Ming merebut Kukang (Palembang), yang sudahturun-temurun menjadi sarang perampok Tionghoa non-Islam dari Hokkien. Cen TsuYi, kepala perampok di Kukang, ditawan, dirantai, dan dibawa ke Peking. Disitu, ia mati dipancung di depan umum. Ini merupakan peringatan bagi orangTionghoa Hokkien di seluruh Nan Yang. Di Kukang, dibentuk komunitas Cinå muslimHanafi pertama di Kepulauan Indonesia. Tahun itu juga didirikan satu lagi diSambas, Kalimantan.[18]

Menurut pakarsejarah Indonesia asal Belanda, H.J. de Graaf dan Th.G.Th. Pigeaud, tindakanCheng Ho dan eksekusi pemimpin perompak itu juga disebutkan dalam naskah CinåDaratan dan dalam kutipan W.P. Groeneveldt.[19]

Sejarahwan Cina daratan Liu Ru-zhong menulisnya secara rinci. “... bertemu dengan Zheng He,gembong bajak laut itu berpura-pura mengambil sikap bersahabat. Malamnya iamembawa beberapa kapal cepat untuk untuk menyerang armada Zheng He. Malam itumega mendung menggulung, angin ribut meniup dengan dahsyatnya, sehingga lautmenjadi gelap gulita. Ketika... kapal bajak laut mendekati armada... takkelihatan satu lampu pun yang menyala... Beberapa anak buah Chen curiga,jangan-jangan awak kapal Zheng He telah memasang perangkap. Tapi, Chen segeramemberanikan mereka dengan mengatakan bahwa awak kapal Zheng He sudah tidursemua dan inilah kesempatan yang terbaik untuk merampok.”

“Namun, ketika...kapal bajak laut itu sudah amat mendekat, meluncurlah serentak peluru meriamdari armada. Dalam sekejap mata, lidah api menjilat dan asap peluru menjalar.Bajak laut menjadi kalang kabut dan banyak di antaranya terjatuh ke laut...Sisanya berebutan melarikan diri dalam kepanikan, akan tetapi mereka segeradibuat mati kutu oleh kepungan awak armada Zheng He dengan menjunjung obor ditangannya. Gembong bajak laut Chen pun ditawan seketika itu juga.”[20]

Bahkan, MingShi Lu (Catatan Sejarah Dinasti Ming) Jilid 71 mencatat bahwa Zheng Heberhasil membasmi bajak laut Chen lebih dari 5.000 orang, membakar habis 10kapal, merebut tujuh kapal, dan menyita dua setempel Chen yang terbuat dariperunggu. Chen Zhu-yi sendiri dan dua kawanannya digiring ke Cinå dan dihukummati. “Dengan gelar Xuan Wei Shi, Shi Jin-qing menjadi pemimpin perantau Cinåyang sah di Palémbang dan menurut Ming Shi Jilid 324, Shi Jin-qing tetaptunduk kepada Måjåpahit di Jåwå, meskipun menerima anugerah dari Kaisar Ming,”tulis Profesor Kong.[21]


(Gus Moen)


Catatan Kaki:

[1]       Mohammad Guntur Shah, S.Ag., dan MartinMoentadhim S.M. (editor), Sit-Lam: Sejarah Cina-Islam di Indonesia,manuskrip, Sanggar Jangka Langit, Bekasi, Januari 2004, halaman 109, denganmengutip hasilpenelitian Tan Yeok Seong, sinolog dari South Sea Society (PerhimpunanLaut Selatan) di Singapura.
[2]       M. Guntur Shah dan M. Moentadhim S.M.(ed.), op.cit., Januari 2004, halaman 237.
[3]       Profesor Madya Kong Yuan Zhi, Sam PoKong dan Indonesia, tanpa penerbit, Jakarta, cetakan pertama, September1992, halaman 62, dengan mengutip Li Xue-min dan Huang Kun-zhang, SejarahPerantau Cina di Indonesia, Penerbitan Pendidikan Perguruan TinggiGuangdong, 1987, halaman 61. Buku Profesor Kong ini disunting oleh Prof.Dr.H.M. Hembing Wijayakusuma, Ph.D., dan diterbitkan oleh Hj. Sri LestariMasagung.
[4]       M. Guntur Shah dan M. Moentadhim S.M.(ed.), op.cit., Januari 2004, halaman 237.
[5]       M. Guntur Shah dan M. Moentadhim S.M.(ed.), op.cit., Januari 2004, halaman 109.
[6]       M. Guntur Shah dan M. Moentadhim S.M.(ed.), op.cit., Januari 2004, halaman 109, dengan mengutip Drs. AmenBudiman, Semarang Riwayatmu Dulu, Jilid I, Tanjung Sari, Semarang, 1978,halaman 29-30.
[7]       M. Guntur Shah dan M. Moentadhim S.M.(ed.), op.cit., Januari 2004, halaman 109.
[8]       M. Guntur Shah dan M. Moentadhim S.M.(ed.), op.cit., Januari 2004, halaman 109.
[9]       Kong Yuan Zhi, op.cit., September1992, halaman 61, yang juga mengutip hasil penelitian sejarahwan SingapuraChen Yu-song.
[10]      Angka tahun ini diambil dari M. Guntur Shahdan M. Moentadhim S.M. (ed.), op.cit., Januari 2004, halaman 104.
[11]      Kong Yuan Zhi, op.cit., September1992, halaman 61.
[12]      M. Guntur Shah dan M. Moentadhim S.M.(ed.), op.cit., Januari 2004, halaman 104.
[13]      M. Guntur Shah dan M. Moentadhim S.M.(ed.), op.cit., Januari 2004, halaman 104-105, dengan mengutip O.W.Wolters, op.cit., 1990, halaman 82-83.
[14]      Kong Yuan Zhi, op.cit., September1992, halaman 59-60.
[15]      Kong Yuan Zhi, op.cit., September 1992,halaman 60, dengan mengutip Sanusi Pane, Sejarah Indonesia, I, BalaiPustaka, Jakarta, cetakan keempat, 1950, halaman 106.
[16]      Kong Yuan Zhi, op.cit., September1992, halaman 60.
[17]      M. Guntur Shah dan M. Moentadhim S.M.(ed.), op.cit., Januari 2004, halaman 107, dengan mengutip O.W. Wolters,Kejatuhan Srivijaya dalam Sejarah Melayu, penerjemah Toh Kim Hui danRanjeet Kaur Khaira, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia,Kuala Lumpur, cetakan pertama, 1990, halaman 83.
[18]     M. Guntur Shah dan M. Moentadhim S.M. (ed.),op.cit., Januari 2004, halaman 108.
[19]      M. Guntur Shah dan M. Moentadhim S.M.(ed.), op.cit., Januari 2004, halaman 108, dengan mengutip H.J. deGraaf  dan Th.G.Th. Pigeaud, CinaMuslim di Jawa Abad XV dan XVI: Antara Historisitas dan Mitos, pengantarM.C. Ricklefs, Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta, 1998, halaman 55, yangbersumberkan W.P. Groeneveldt, Note on the Malay Archipelago and Malaca,..., dalam Miscellaneous Papers Relating to Indo-China, 2nd series,1987, Volume I.
[20]      Kong Yuan Zhi, op.cit., September1992, halaman 60-61, dengan mengutip Liu Ru-zhong, Zheng He Berlayar keSamudra Barat, Toko Buku Tionghoa, Beijing, 1983, halaman 15-16.
[21]      Kong Yuan Zhi, op.cit., September1992, halaman 61, dengan mengutip Ming Shi Lu Jilid 71 dan Ming ShiJilid 324.